Logika (2), Formal, Material, dan Deduksi

Wuih, capeknya. Setelah surfing sana sini, akhirnya saya bisa menemukan apa yang saya cari untuk memperbaiki blog ini. Mudah-mudahan yang mampir di sini bisa jadi lebih betah. Hehe... Oya, sebelum lanjut pada pembahasan Logika (2), saya akan jelaskan pengubahan blog ini terlebih dahulu.

Pertama, blog ini menggabungkan 7 blog yang saya kelola menjadi satu kesatuan. Dengan menu yang bisa diakses di bagian kiri atas (foto saya yang agak keren tapi buhun ;-p ), Anda bukan cuma akan disuguhi suatu format belajar filsafat, tetapi juga bisa mengakses tulisan-tulisan lainnya dari saya, yaitu puisi, pembahasan komputer, tips seputar blog, artikel dan makalah, skripsi, ataupun pengalaman pribadi. Walaupun belum lengkap seutuhnya, tapi mudah-mudahan bisa saya lengkapi tahap demi tahap.

Kedua, udah dulu ya? Ntar lagi deh jelasinnya. Sekarang, mari lanjutkan belajar filsafat lagi. Hihihi...

Logika, seperti telah kita bahas dalam uraian sebelumnya, memiliki materi yang sederhana tapi juga mendasar. Walaupun telaah lanjutannya dapat menghasilkan suatu pengkajian yang super sulit bin sukar, tapi kita sebenarnya tidak membutuhkan model kajian yang serupa itu. Kalau dapat dibuat mudah, kenapa tidak? Ini yang akan kita pelajari dalam pembahasan kali ini. Supaya hal ini terlaksana, kita akan bahas kasus yang dialami oleh kita dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya kita punya kasus seperti ini:

Aslam adalah seorang petani. Ia bekerja membanting tulang setiap hari. Selepas Subuh, ia langsung berangkat ke sawah untuk memulai pekerjaan sebagai seorang penggarap. Dari mulai mencangkul lahan, membenihkan padi, menanam bibit, memupuknya, menyiangi rumput yang ikut tumbuh, membenarkan galangan sawah yang bolong-bolong oleh ketam atau rusak diterjang anak-anak, mengatur air agar selalu menggenang, mengusir burung yang hinggap saat padi hendak matang, hingga memanen padi, menimbang, lalu menjualnya ke pasar. Semua pekerjaan ia lakukan sendiri.

Suatu saat, ia mengeluh karena merasa capai dengan semua pekerjaannya itu. Ia mengeluh pada istrinya. Kata Aslam, "Bu, coba aku sekolahnya bisa sampai tamat SD. Atau, kayak Samir itu lho! Sarjana, punya titel, kerja kantoran, gak kepanasan, juga dapat gaji tiap bulan. Gak kayak aku ini. Sehari-hari ya cuma dapat pas-pasan. Kadang cukup, kadang nggak." Istrinya menjawab: "Ya sudah. Bapak terima nasib aja. Yang penting, anak-anak kita ga kayak bapaknya."

Sekarang, coba analisis kasus di atas dengan menggunakan logika. Jawaban seperti apa yang bisa dihasilkan oleh Logika atas kasus di atas? Mau tahu jawabannya? (Iya dong! Gimana sih, udah tahu malah nanya. Sabar-bar, beri saya waktu untuk berpikir. ^_^? )

Satu-satunya jawaban yang dapat diberikan oleh Logika Formal untuk kasus di atas adalah bahwa dalam kasus ini Aslam menggunakan pola pikir Induktif. Kenapa demikian? Ini karena Aslam menyimpulkan sesuatunya berdasarkan pada banyak pekerjaan yang ia lakukan. Akan tetapi, kalau menggunakan format Logika Material, kasus di atas menyimpan masalah tentang fakta yang tak diungkapkan. Misalnya, apakah ketika panen padi Aslam tidak dibantu oleh satu orang pun? Berapakah luas sawah yang digarap oleh Aslam sehingga ia dapat melaksanakan semua pekerjaannya itu sendirian?

Nah, dengan jawaban ini kita sudah masuk dalam pembahasan istilah baru dari kajian Logika. Mungkin Anda sudah menangkap maksudnya. Tetapi, kalau belum jelas, saya akan paparkan satu-satu.

Logika Formal dan Logika Material adalah salah satu model dari pembagian Logika. Formal di sini dimaksud sebagai suatu pengertian yang mengacu pada bentuk baku yang telah ditetapkan untuk suatu hal berdasarkan kaidah-kaidah logika. Sedangkan Material, ini dimengerti sebagai isi dari suatu hal yang dapat dibuktikan atau dapat diverifikasi (diuji) kesahihannya berdasarkan pada kenyataannya di dunia. Bingung? (Bagus kalau bingung. Itu baru namanya belajar logika. Bukan belajar bahasa lho! ;-) )

Contoh di bawah ini akan lebih menjelaskan.

(Contoh 1)

Misal, kita punya dua pernyataan:
(1) Semua manusia itu akan mati
(2) Aslam itu manusia

Kesimpulannya akan menjadi:
(3) Aslam itu akan mati

Contoh di atas ini merupakan suatu pola pikir Deduktif yang lolos dari ujian Logika Formal maupun Material. Kenapa? Ini karena tiga pernyataan di atas sudah memenuhi syarat baku dalam kaidah Formal, maupun benar secara isi seperti yang dikehendaki dalam syarat Material. Berikut kaidah Formal dalam logika yang dimaksud.

(1.1) A is B
(2.1) C is A
------------
(3.1) C is B

Keterangan:
Pernyataan 1.1 disebut dengan Premis Mayor (Pernyataan Umum).
Pernyataan 2.1 disebut dengan Premis Minor (Pernyataan Khusus).
Pernyataan 3.1 disebut dengan Konklusi (Kesimpulan).
Kata "is" ini disebut dengan Kopula (atau mirip dengan lambang "=" dalam Matematika).
Kata "itu", "ini", atau "adalah" biasa digunakan sebagai Kopula untuk pernyataan logis dalam bahasa Indonesia.

Terus bagaimana dengan syarat Materialnya? Bagaimana penjelasannya?

Kita berikan satu contoh lagi di bawah ini agar dapat Anda bandingkan.

(Contoh 2)
(1.2) Semua manusia itu berumur panjang
(2.2) Aslam itu manusia
--------------------------------------------
(3.2) Aslam itu berumur panjang

Pada contoh terakhir, walaupun sudah memenuhi syarat sesuai dengan kaidah Formal di atas, kita bisa mengetahui bahwa kesimpulannya keliru. Contoh 2 ini menyimpulkan bahwa Aslam itu akan memiliki umur yang panjang. Padahal, mungkin saja kalau Aslam ini berumur pendek. Jadi, untuk contoh 2, kita dapat mengatakan bahwa contoh ini valid/sahih secara formal tetapi keliru secara material.

Terakhir, mungkin Anda masih penasaran dengan dua istilah ini, yaitu: Induktif dan Deduktif. Untuk istilah Deduktif, saya sudah berikan contohnya dalam contoh 1. Begitulah yang disebut pola pikir Deduktif. Sedangkan untuk Induktif, inilah contohnya:

(Contoh 3)
(1.3) Aslam itu akan mati
(2.3) Aslam itu manusia
------------------------------------
(3.3) Semua manusia itu akan mati

Jadi, Anda bisa bandingkan contoh 1 dan contoh 3 ini. Semua pernyataannya sama persis. Hanya saja, dalam contoh 1, pernyataan 3.3 ada dan berlaku sebagai Premis Mayor. Sedangkan pada contoh di sini, pernyataan tersebut malah menjadi Konklusi.

Sekarang, mudah-mudahan Anda dapat mempelajarinya dengan baik dan memahami serba sedikit dari pembahasan Logika beserta model penerapannya dalam menganalisis kehidupan sehari-hari. Oya, sebagai tambahan informasi, kaidah Formal yang dimaksud di atas dalam kajian Logika dinamakan dengan Silogisme. Penemunya adalah filsuf masyhur yang pernah menjadi guru Alexander Agung (356-323 SM). Beliau tidak lain daripada Aristoteles (384-322 SM) atau sang Father of Logics.

Demikian belajar logika kali ini. Sampai jumpa di posting berikutnya!

FILSAFAT ITU INDAH

MITOS BAHWA FILSAFAT ITU SULIT BERGENTAYANGAN DI KAMPUS
Beberapa mahasiswa saya mengeluh, ketika saya baru pertama memasuki ruangannya, karena mendengar saya akan mengajarkan filsafat ilmu. Usut punya usut ternyata dibenak mereka sudah punya preferen negatif, dan kita dinina bobokan oleh mitos yang acapkali bergentayangan di kampus. Mitos itu mensuarakan bahwa filsafat adalah sebuah mata kulaih yang sulit, dan tidak memiliki manfaat di dunia kehidupan. Secara pragmatis juga dikatakan bahwa filasafat tidak berguna di dunia kerja, dan dunia kehidupan sehari-hari. Agar kita mencitai sekaligus bersemangat mempelajari filsafat, gudang filsafat akan mensadap beberapa pengertian yang mudah cerna, selengkapnya sebagai berikut.
PATOKAN-PATOKAN DASAR/CIRI-CIRI BERFIKIR FILSAFAT:
  • Berpikir sampai ke akar-akar permasalahan atau berpikir secara radikal. Ini berarti kita berpikir samapai ke inti atau hakikat dari obyek pemikiran kita, yaitu permasalahan yang kita hadapi
  • Berpikir universal. Filsafat mencerminkan pengalaman umum manusia. Oele karena itu ciri pemikiran kita haruslah bersifat universal dan bukannya parsial atau bagian-bagian, sebagaimana yang terjadi dalam ilmu
  • Koheren dan runtut atau konsisten: berpikir koheren berarti sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir. Runtut atau konsisten berarti tidak mengandung pertentangan atau kontradiksi
  • Sistematik: berpikir sistematik bearti semua pandangan yang dianalisis selalu berhubungan secara teratur dengan maksud tertentu
  • Komprehensif yang berarti menyeluruh.Filsafat merupakan keterbukaan total terhadap realitas atau totalitas
  • Bebas: pemikiran filosofis adalah hasil pemikiran yang bebas dari prasangka-prasangka sosial historis, kultural dan religius
  • Bertanggung jawab: kita berpikir dan bertanggung jawab atas hasil pemikiran kita dan paling tidak bertanggung jawab terhadap hati nurani kita sediri
DARI PANDANGAN HIDUP MENJADI ILMU
Filsafat dapat kita pandang dari dua sisi, dari perpektif pandangan hidup dan perpektif Ilmu. Kemudian proses-proses yang membawa filsafat dari pandangan hidup menuju ilmu yang bersifat akademis, dipaparkan buku ini sebagai berikut:
  1. Filsafat berkembang menjadi disiplin khusus karena dirinya mampu mengerahkan segenap segala usaha kepada kebijaksanaan, dan selalu memperbanyak refleksi dan berupaya menemukan akar atau kriteria untuk membedakan secara ekstrem antara kebenaran dan kesalahan, keburukan dan kebaikan, atau bagaimana membedakan hal yang bersifat ilusif dan riil. Dengan itu semua filsafat membuka banyak refleksi tentang pengalaman dalam kehidupan sehari-hari
  2. Lewat berbagai refleksi, filsafat juga memahami dirinya sebagai bentuk dari cinta [philia]. Filsafat juga memahami dirinya dalam berbagai keadaan untuk bergerak maju dan selalu mencari pengetahauan yang tidak atau belum diketahui.
FUNGSI DAN TUGAS FILSAFAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN ILMU
Fungsi dan tugas filsafat dalam hubungannya dengan ilmu, buku ini membentangkan pemikiran sebagai berikut:
  1. Secara tradisonal-historis, filsafat dilihat sebagai ratu segala ilmu, kendati ketika ilmu-ilmu mulai memisahkan diri dari filsafat, fungsi seperti ini semakin diakui.
  2. Terdapat beberapa fungsi penting filsafat dalam dunia ilmu, antara lain:
[]Filsafat merangsang hipotesis-hipotesis baru bagi ilmu lain atau teori ilmu pengetahuan
[]Sebagai pendasar filsafat menyelidiki mekanisme mencari pengetahuan dari ilmu tertentu, yakni secara kritis menyelidiki anggapan, pengertian dan metodenya sendiri
[]Fungsi sintesis:Membuat sintesis dari hasil dan pandangan dunia ilmu
[]Fungsi Kritis: mengeritik ajaran-ajaran ideologis dan filosofis, teknik, ekonomi, dan lain-lain [kritik ideologi]
[]Fungsi sosial-konstruktif: kritik terhadap situasi masyarakat demi kebaikkan dan kemanusiaan. Kritik ini tidak didasarkan pada intuisi melainkan berdasarkan pada pengetahuan dan pengalaman, relasi antar manusia, antropologi, sosiologi dan etnologi
[]Fungsi pedagogis:pendidikan untuk berpikir kelas [logis-filosofis], disiplin berpikir dan berbicara
LIMA PRINSIP DALAM DALAM BERFILSAFAT
Buku ini juga mengadopsi pemikiran The liang Gie terkait dengan prinsip-prinsip berfilsafat:
Filsafat menghalau kecongkakan dan kesombongan intelektual yang selalu berprinsip bahwa kita sudah tahu segala sesuatu. Halangan paling utama dalam proses pembelajaran ialah pandangan kita sudah tahu segala sesuatu. Dengan ini kita kehilangan rasa ingin tahu dan kemampuan untuk belajar lebih banyak lagi.
Kesetiaan kepada kebenran dan keberanian untuk mempertahankan kebenaran itu. Ini sudah diperlihatkan oleh bapak filsafat, Sokrates, yang dengan berani menerima hukuman mati secara tidak adil dengan siap menelan pil beracun dan mematikan
Memahami secara sungguh-sungguh pelbagai persoalan filsafat dan berusaha menemukan jawabannya. Dengannya kita terlibat dalam latihan berpikir yang terus menerus [intellectual exercises]
Latihan-latihan intelektual untuk menilai masalah secara kritis dan memecahkannya dapat kita lakukan secara lisan tetapi juga secara terulis. Karena itu latihan untuk berbicara dan mengungkapkan diri dalam dialog dan komunikasi dengan orang lain sangat penting. Juga latihan inteltual terus menerus kita buat melalui karya tulis menulis dalam bentk apa saja
Keterbukaan diri terhadap pelbagai persoalan dan konteks hidup kita. Kita berusaha menghindarkan pelbagai pandangan sempit atau hanya berpihak pada satu pandangan tertentu saja.
Data buku
JUDUL:Filsafat itu Indah
PENULIS:Dr. Konrad Kebung.SVD
PENERBIT:Prestasi Pustakaraya

REKONSTRUKSI ILMU-CECEP SUMARNA

EMPIRIK-RASIONAL ATEISTIK KE EMPIRIK-RASIONAL TEISTIK
Kegelisahaan sang filsof selalu membuta energi menjadi cahaya, bahkan kekuatan berpikir refketifnya memberikan pencerahan kepada kehidupan. Mungkin hal ini sama dengan kegelisahan yang dihadapi oleh seorang-orang bernama Cecep Sumarna, yakni seorang Dosen yang juga Ketua Program Studi Tadris Ilmu Pengethauan Sosial ekonomi Koperasi STAIN Cirebon. Kegelisahan itu memicu lahirnya sebuah buku yang berjudul "Rekosntruksi Ilmu"
Menurutnya saat ini para saintis telah memasuki wilayah mutlak Tuhan, saintis telah berhasil mengubah ilahiyah yang permanen kepada insaniyah yang immanen.
Dengan penuh semangat buku ini membongkar/mendekonstruksi bangunan filsafat dan Sains Barat Modern yang dainggap sudah tertata rapi, final, dan baku, namun sesungguhnya "kosong melompong" dari makna dan nilai-nilai kemanusiaan. Inilah penggaran axiologi yang amat kentara. Buku ini sangat istimewa ketika pengantar diberikan oleh Dr.Jaih Mubarok yang membentangkan Filsafat Ilmu sangat mendasar sekali, bahkan dengan bahsa yang mudah cerna, melalui garapan yang sistematis. Dengan membaca tulisan Dr. Jaih Mubarok ini, maka orang akan mudah menangkap makna filsasat ilmu, sehingga sangat disarankan para pembaca yang baru saja masuk wilayah Filsafat ilmu membaca buku ini.Hadirnya buku ini tidak lepas dari perenungan dan perhatian penulis melihat fenomena dan fakta empirik yang terjadi. Buku ini mjuga merupakan bagian penting dari literatur yang membicarakan perkembangan pengetahuan manusia yang termasuk Tradisi Besar [Great Tradition; karena telah berupaya menggambarkan pemikiran modernisme yang diagungkan dan kemudian dinilai gagal. Penilaian gagal ini ditunjukkan oleh kecenderungan hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan tuhan yang tidak harmonis. Dan hubungan uitu justru menanggalkan nilai-nilai [filsafat nilai], yang kerap pula kita sebut dengan axiologi. Olah karenanya faham, modernisme harus dan layak didekonstruksi kewilayah yang tetap mengedepankan nilai-nilai. [maaf belum tuntas]
Data buku
JUDUL: Rekonstruksi Ilmu; Dari Empirik-Rasional Ateistik Ke empirik-Rasional Teistik
PENULIS: Drs. Cecep Sumarna, Mag
PENERBIT: Benang Merah Press. Komp. Bumi penyileukan, B-8 No. 1. Cibiru, Bandung 40614. Telp. 081320781073. E-mail: benangmerah_bdg@plasa.com
ISBN: 979-98351-6-X
TEBAL: 188 halaman
CETAKAN: Oktober 2005
[]