ILMU USHUL FIQIH DI MATA FILSAFAT ILMU

Buku ini ingin memaparkan dimensi epitesmologi (metodologi keilmuan) sebagai salah satu pilar keilmuan untuk meneropong atau dengan istilah cantiknya mendiskusikan jatidiri ILMU USHUL FIQIH. Filsafat ilmu telah mematok harga, bahwan suatu ilmu dikatakanOntologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telah ilmu atau disebut ilmu jika memiliki tiga kerangka dasar ilmu, (ontologi, epistemologi, dan aksiologi) .
Ontologis meneropong:
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu Ushul Fiqh ?
  • Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek ilmu Ushul Fiqh?
  • Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia [seperti berpikir, merasa dan mengindera] yang membuahkan pengetahuan.

Buku ini memberikan jawaban secara ontologis Ilmu Ushul Fiqh memiliki obyek telaah bagaimana manusia menangkap hukum Allah, dan bagaimana segenap persoalan serta cara-cara memahami maksud Tuhan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat. Aksiologi adalah wilayah yang membicarakan kegunaan ilmu, dan nilai-nilai.

Selanjutnya telaah diarahkan kepada teropongan aksiologi (kegunaan ilmu). Sedikitnya ada tiga pertanyaan terkait dengan aksiologi:

  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu Ushul Fiqh itu dipergunakan ?
  • Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
  • Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?

Buku ini memberikan jawaban bahwa secara aksiologi ilmu ushul fiqh mengantarkan manusia agar memahami maksud Tuhan, sehingga mendapatkan kebahagiaan di dumia dam kahirat.

Kemudian bagaimana pembahasan terkait dengan Epistemologi?

Landasan epistemology tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan berdasarkan :

  • Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;
  • Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan
    Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.

Buku ini telah memberikan jawabnya.(sila membaca lajut dalam buku aslinya)

Catatan: [Buku semacam ini telah lahir banyak sekali, ketika dan transformasi berani dari berubahnya IAIN menjadi UIN. Tradisi keilmuan terbuka lebar dan beberapa informasi bergulat tan filter lagi. Sekarang metode Hermeneutika mendapat tepat. Tentunya hal ini penuh perdebatan seru antara setuju dan menunggu]

JUDUL: Ilmu Ushul Fiqh
PENULIS: Dr. Muhyar Fanani
PENERBIT: Walisongo Press. Jl. Walisongo No. 3-5 Semarang 50185 Telp: (024) 7615923; 081325639165
ISBN: 978-979-1596-68-8
TEBAL: xii + 180 halaman;14 x 20 cm
CETAKAN: Nopember 2009. Cetakan I
[]

Logika (7), Kata dan Istilah, Kalimat dan Pernyataan

Selamat jumpa lagi semuanya ...!

Kali ini saya masih membahas soal logika. Namun, tidak akan memperkenalkan jenis logika lainnya. Saya hanya ingin menjelaskan kembali beberapa hal pokok, yang berkaitan dengan materi utama pembahasan logika. (Waduh, formal banget nih bahasanya! ^_^ )

Materi pembahasan logika yang terutama, seperti saya pernah bahas dalam uraian yang berjudul Pengantar dan Materi Pembahasan, terdiri dari tiga hal: (1) sejarah dan aliran, (2) istilah, dan (3) pernyataan. Dua materi (materi ke-1 dan ke-2), sudah saya singgung sedikit dalam pembahasan lainnya yang terdahulu. Namun, saya memang belum akan menyinggung pembahasan aliran dalam logika karena yang ini agak teknis bin ribet. (nah lho, apa nih maksudnya? :-? )

Sengaja, dalam posting kali ini, saya akan membahas materi ke-2 dan ke-3 saja. Uraian mengenai materi ke-2, akan kita coba bahas apa bedanya "kata" (word) dan "istilah" (term). Sedangkan dalam membahas materi ke-3, kita akan bahas apa bedanya "kalimat" (sentence) dan "pernyataan" (proposition). Langsung kita mulai aja yuk? :-)

Kata dalam bahasa Indonesia memang bisa dipahami sebagai sesuatu yang menjadi unsur pembentuk bahasa. Misalnya, ada kata: "miskin". Kata ini akan berarti, hanya jika kata ini digabungkan dengan kata lain atau dengan tanda bahasa yang mendukung.

Misalnya, "Oohh ... , miskin ya?" atau, "Miskin ...?"

Pada kalimat pertama, kata miskin bisa berarti dua hal. Hal ini menunjukkan ungkapan ketidaktahuan seseorang tentang keadaan sebelumnya yang bersangkutan dengan pengertian "miskin" itu sendiri. Kedua, ungkapan yang bernada merendahkan dapat menjadi ungkapan seseorang yang berhadapan dengan keadaan seseorang yang memang "miskin".

Untuk kalimat kedua, kita akan mengerti kalau kata "miskin" di situ akan berarti pertanyaan. Juga bisa berarti ungkapan ketidakpercayaan.

Demikianlah, cara kita memahami "miskin" sebagai sebuah kata.

Walaupun begitu, "miskin" juga bisa berarti istilah. Artinya, "miskin" diberikan pengertian yang bersifat khusus dan akan dipahami secara berbeda dalam bidang tertentu. (Bandingkan uraian ini dengan apa yang sudah diperjelas oleh Pusat Bahasa)

Misalnya, dalam agama Islam, ada ungkapan:
"Kemiskinan itu akan mendekatkan seseorang pada penolakan beragama".
Pun dalam agama Kristiani, khususnya kaum Protestan, memiliki keyakinan:
"Kemiskinan itu harus ditolak, karena kalau kita kaya di dunia ini, maka kita akan kaya pula di Surga".
Tapi tidak begitu dalam agama Budhis. Ini tersirat dalam keyakinan:
"Dengan menjadi pengemis, maka seseorang akan mengerti makna kehidupan yang sebenarnya".
(untuk uraian dalam agama ini, mohon maaf kalau misalnya ada kekeliruan. ralat akan dilakukan apabila ada yang keberatan. ^_^ )

Masuk pada bidang sosial, politik, ekonomi, maupun budaya, "miskin" memiliki satu pengertian yang kompleks atau amat luas. Istilah ini dapat diartikan macam-macam, sesuai dengan "maksud", "tujuan", atau "kepentingan" yang ada dalam penggunaan "miskin" itu.
Misalnya, ketika ditetapkan Millenium Development Goals oleh masyarakat dunia, khususnya oleh PBB, "kemiskinan itu harus dapat diatasi pada tahun 2015" adalah slogan yang membawa dampak politis yang luar biasa. Masing-masing negara, tentunya akan membuat kebijakan ekonomi yang mengarah pada tujuan tersebut. Begitu juga para politisi akan memakai ini sebagai bagian dari kampanye.
Selain itu, hal ini juga beraspek budaya, karena "miskin" lalu dikaitkan dengan sikap hidup manusianya. Pun berhubungan dengan sosial, karena "miskin" tidak mungkin berada di luar konteks bermasyarakat.

Nah, dengan penjelasan yang serba sedikit, kita mungkin dapat membayangkan seperti apa bedanya kata dan istilah. Hal ini sebenarnya terletak pada bagaimana kita mengartikannya, atau bagaimana kita mendefinisikannya. Semakin teknis suatu kata didefinisikan, maka kata itu secara langsung akan menjadi istilah.

Lalu, terkait dengan apa yang disebut dengan kalimat dan pernyataan, kita dapat membedakannya secara mudah sebenarnya. Misalnya dalam contoh di bawah ini.

1. "Adik makan nasi goreng sebelum berangkat sekolah."
2. "Adik itu makan nasi goreng sebelum berangkat sekolah."

Contoh 1 ini merupakan kalimat lengkap, karena ada S+P+O+K ("Adik" = Subjek + "makan" = Predikat + "nasi goreng" = Objek + "sebelum berangkat sekolah" = Keterangan).
Contoh 2 ini merupakan pernyataan, serta terdiri dari S+K+P ("Adik" = Subjek + "itu" = Kopula + "makan nasi goreng sebelum berangkat sekolah" = Predikat)

Dengan memperhatikan contoh tersebut, kita dapat mengenali bahwa kalimat dan pernyataan hanya berbeda tipis saja, yaitu dibedakan dengan kata "itu". Dalam bahasa Inggris, kata "itu" yang dimaksud sebenarnya adalah kata "is", yang artinya "adalah" itu sendiri. Secara lebih jauh, ciri yang membuat pernyataan itu dibedakan dari kalimat adalah sisi pengujiannya. Kalimat (1) di atas, tidaklah perlu diuji isinya benar ataupun tidak karena sudah memenuhi syarat kalimat lengkap. Sedangkan dalam pernyataan (2), hal ini perlu dibuktikan kembali apakah isinya benar atau salah, khususnya untuk fakta yang ada pada Predikat dari pernyataannya tersebut. (lihat kembali pembahasan saya untuk masalah formal dan material dalam logika dalam artikel ini.)

Jadi, kalau kita boleh mengambil kesimpulan secara singkat, kalimat yang benar hanya membutuhkan sisi pengujian atas susunannya, sedangkan pernyataan yang benar hanya akan benar bila teruji sisi susunannya (formal) maupun sisi isi yang terkandung di dalamnya (material).

Nah, dengan kesimpulan yang terakhir tadi ini, saya bisa menutup artikel mengenai kata dan istilah, serta kalimat dan pernyataan, dengan baik dong. Kan dah ada kesimpulannya tuh ...! :-p
Sampai jumpa dalam posting mengenai logika yang selanjutnya.