Logika (3), Deduksi, Induksi, dan Abduksi

Di dalam tulisan Logika (2), kita sudah sedikit banyak mengenal istilah logika maupun materi-materinya. Ada yang disebut Logika Formal dan Logika Material, juga ada yang disebut Deduktif dan Induktif. Tetapi, apa yang bisa dimanfaatkan dari materi itu kalau kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari?

Kalau dilihat secara sepintas, kita mungkin tidak akan banyak dapat menggunakan analisis seperti yang telah dilakukan pada posting sebelumnya. Tapi, sebenarnya kita justru seringkali menggunakan pola pikir tersebut. Cuma kadangkala, kita tidak menerapkannya dengan baik. Ada beberapa persoalan tentang hal ini yang menjadi sebab kenapa kita tidak dapat menggunakan logika secara praktis dan nyata.

Pertama, kita selalu menganggap apa yang kita pikir itu benar.
Kedua, kita selalu menganggap apa yang dipikir orang lain salah bila bertolak belakang dengan pola pikir kita.

Ini awal dari banyak kesalahan berpikir logika. Bahkan filsuf sekaliber Bertrand Arthur William Russell (1872-1970) pun pernah mengalami kesalahan ini. Oleh karena itu, hindarilah dua dasar pikiran yang telah dikutipkan di atas. Sebab, apapun yang kita pikirkan, ucapkan, maupun yang dinyatakan secara kukuh tetap memiliki kesalahan logis yang bersifat internal (terkandung di dalamnya) atau internal logical fallacy. (Apa tulisan ini juga begitu? Hehe... Ya, tinggal Anda nilai sendiri aja. ;-) )

Walaupun demikian, terlepas dari kasus kesalahan logis yang internal, dua dasar pikiran di atas itu sendiri sebenarnya dapat kita sebut sebagai satu jenis pola pikir baru yang berhasil dikenali dalam kajian logika. Adalah Charles Sanders Peirce (1839-1914) yang pertama kali mengenalkan cara menganalisis jenis pola pikir tersebut. Pola pikir ini bersifat "menduga" (speculation) dan diberi nama dengan Abduktif.

Bagaimana kira-kira pola pikir ini dianalisis?

Ternyata, apa yang disebut Abduktif tidak jauh berbeda dengan dua pola pikir yang telah disebutkan. Kalau kita bandingkan secara langsung antara Deduktif, Induktif, dan Abduktif, maka kita cuma melihat perbedaan yang tipis saja dan hanya bertukar posisi untuk pernyataan-pernyataannya. Berikut adalah contoh perbandingannya.

Deduksi:
(1.1) Semua buncis yang berasal dari kantong itu (adalah) putih
(1.2) Buncis ini (adalah) berasal dari kantong itu
-----------------------------------------------------------------
(1.3) Buncis ini (adalah) putih

Induksi:
(2.1) Buncis ini (adalah) berasal dari kantong itu
(2.2) Buncis ini (adalah) putih
-----------------------------------------------------------------
(2.3) Semua buncis yang berasal dari kantong itu (adalah) putih

Abduksi
(3.1) Semua buncis yang berasal dari kantong itu (adalah) putih
(3.2) Buncis ini (adalah) putih
-----------------------------------------------------------------
(3.3) Buncis ini (adalah) berasal dari kantong itu

catatan:
*) kata (adalah) ini digunakan untuk menerjemahkan kata 'is'.
**) Selengkapnya, lihat dalam Umberto Eco, 1979, A Theory of Semiotics, Indiana University Press, Bloomington, hal. 131-3.

Bila Anda perhatikan dengan baik, ternyata pola Deduksi, Induksi, maupun Abduksi menggunakan tiga pernyataan yang sama. Ini menunjukkan bahwa antara tiga pola pikir ini terdapat hubungan yang saling melengkapi.

Demikian, pembahasan kita kali ini. Di posting selanjutnya, saya akan membahas Dialektika sebagai suatu jenis pola pikir lainnya dari logika. Bye ... ;-)