EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT


ILMU DAN KEINGINAN TAHU
Salah satu bagian filsafat yang membahas pengetahuan iala epistemology. Epistemologi itu membicarakan pengartuhan dari pangkal sampai ujung. Melalui epistemology akan menyadarkan kita tentang berbagai hal yang menyangkut masalah sendi pengetahuan, wilayah bahasan, proses, bobot, sehingga memperoleh pengetahua yang sejati. Untuk maksu tersebut”Gudang Filsafat” akan menyadap buku yang membahasa Epistemologi dalam filsafat, berkisar pada Ilmu dan Keinginan Tahu.
Data Buku:
JUDUL: Ilmu dan Keinginan Tahu—[Epistemologi dalam Filsafat]
PENULIS: Drs. Mudlor Achmad
PENERBIT: Trigenda Karya. Koipo Plaza B-19. Jl.Peta—Lingkar Selatan Bandung –40265
ISBN: 979-8422-38-4
CETAKAN: I—1994
TEBAL: 109 hlm: 2,8 cm
Sandapan Ringkas:

Sasaran Pengetahuan:

  1. Alam—yang dikaji kosmologi
  2. Manusia—yang dibahas antropologi
  3. Tuhan—yang dibicarakan theodicea

Jenis sasaran pengetahuan, dilihat dari arah Obyek [yang dimati]:

  1. Objek material, ialah sesuatu yang diamati secara menyeluruh [integral].
  2. Objek forma, ialah bagian tertentu yang diamati dari sesuatu [parsial]

Jenis sasaran pengetahuan, dilihat dari subyek (yang mengamati) :

  1. Objek empiris [obyek rasa], yaitu sasaran yang pada dasrnya ada dan dapat ditangkap oleh indera lahir [pancaindra]
  2. Objek ideal [objek bukan rasa], yaitu sasaran yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat kegiatan sukma atau akal
  3. Objek transenden [objek luar rasa], yaitu sasaran yang pada dasarnya ada, tetapi berada di luar jangkauan pikiran dan perasaan manusia

Sasaran secra global—(dua lingkup sasaran):

  1. alam, dobicarakan dalam kosmologi –[filsafat alam]
  2. manusia, dibahas dalam antropologi—[filsafat manusia]


Sepuluh lingkup sasaran secara detil:

  1. Hakikat [essence] ialah hal yang menjadikan sesuatu sebagai sesuatu hal tertantu [sebagai demikian]. Esensi adalah istilah yang berhubungan dengan hal yang pokok, tapi khusus
  2. Zat [substance], ialah sesuatu yang mengandung kualitas serta sifat kebetulan dan mendasari atau dipunyai sesuatu [barang jadi]
  3. Ada [being] ialah pengertian yang mencakup segala sesuatu, baik yang alami [pengalami] maupun yang akali [pikiran]
  4. Kenyataan [reality] ialah sesuatu yang ditangkap dalam tangkapan yang dapat dipercaya, yaitu tangkapan yang tidak mengandung kesalahan
  5. Keberadaan [existence] ialah keadaan tertentu yang lebih khsus dari sesuatu. Apa yang bereksistensi, tentu nyata ada, bukan sebaliknya, dan bersifat public [artinya objek itu sendiri harus ata dapat dialami olehbanyak orang yang melakukan pengamatan]
  6. Bahan [mater] ialah sesuatuyang menjadio sala barang sesuatu [barang jadi] dibuat. Materi menunjuk nama jenis substansi yang khusus dan mendasar dari alam fisik, yaitu lingkungan yang menimbulkan pengalaman indrawi
  7. Bentuk [form] ialah susunan [struktur] yang membedakan sesuatu dari sesuatu yang lain. Yang dimaksud bukan bangunnya.
  8. Perubahan [change] ialah apa yang terjadi pada saat sesuatu hal menjadi hal yang lain. Dengan kata lain, perubahan adalah peralihan sesuatu dari keadaan tertentu menjadi keadaan yang berbeda dengan keadaannya semula.
  9. Sebab [casuality] ialah sesuatu yang mendorong atau amenceghah sesuatu perubahan. Sebab—akibat merupakan keadaan berhubungan. Jadi, kasualitas serentak berkaitan dengan perhubungan dan perubahan sekaligus
  10. Hubungan [relation] ialah sesuatu kaitan atau ikatan [koneksi] antara dua hal atau beberapa hal. Relasi terdapat pada berbagai hal, berdasarkan ruang, waktu, kualitas, kuantitas, asal-usul, dll.

Mau ke mana?


Nah, setelah kita mempelajari beberapa tulisan pengantar mengenai filsafat, tentu muncul lagi pertanyaan dalam benak kita. Pertanyaan itu tidak lain daripada "Kita harus mulai belajar filsafatnya darimana?" Kalau ini memang pertanyaan Anda, maka pertanyaan ini kira-kira akan memiliki jawaban sebagai berikut.

Belajar filsafat sebenarnya dapat dimulai dari pertanyaan yang paling Anda sukai atau paling membuat Anda bingung. Kenapa demikian? ;-) Ini karena pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang akan memberikan energi kreatif buat Anda untuk belajar filsafat. Untuk lebih jelasnya, kita akan bahas dalam contoh di bawah ini.

Ani punya satu pertanyaan dalam hidup yang mungkin ia sukai. Pertanyaan itu adalah "Kenapa kucing disebut dengan kata 'kucing' atau gajah disebut dengan kata 'gajah'?". Atas pertanyaan ini, Ani juga sering membuat lelucon pada temannya dengan pertanyaan "Kenapa kucing ga disebut dengan 'gajah' atau gajah kenapa ga dibilang saja 'kucing'?". 

Pertanyaan Ani ini, walaupun hanya bercanda, tetapi punya akibat yang cukup jauh lho kalau kita pikirkan secara serius. (Walaupun sebenarnya ga serius-serius banget. Hehe... ) Ini berkaitan dengan asal-usul kata. Asal-usul kata atau bahasa kerennya adalah etimologi, sebenarnya berkaitan dengan pengetahuan kita sebagai manusia. Dalam kata yang kita pergunakan sehari-hari, itulah inti dari pengetahuan kita. Misalnya, ketika saya menggunakan kata 'globalisasi', saya semestinya sudah memahami arti kata ini sebelum memakainya. Jadi, pengetahuan saya atas globalisasi akan mewarnai cara saya menggunakan kata tersebut. Kalau pengetahuan saya tidak terlalu baik mengenai globalisasi, maka saya akan jarang menggunakan kata ini. Begitupun sebaliknya. (Tapi, jangan salah juga nih. Banyak di antara kita yang sering menggunakan kata globalisasi lho! Itu tuh, persis dilakukan oleh para kepala desa yang pengen dianggap pintar atau para calon kepala desa yang sok tahu dan biar dibilang keren. Hehe... Eh, maaf, hanya sebagian aja lagi. ;-) )

Kembali pada pertanyaan Ani, seekor kucing disebut dengan 'kucing' atau gajah disebut dengan 'gajah' ini karena kesepakatan. Walaupun ada banyak alternatif kata untuk kucing, seperti 'meong' atau 'puspus', tetapi kata 'kucing' lah yang dipilih oleh masyarakat sebagai istilah untuk hewan yang diberi nama kucing. Kalau masyarakat sepakat dengan kata 'gajah' untuk nama yang ditujukan bagi hewan yang sebenarnya bernama kucing, maka jadilah 'gajah' ini kata baru untuk hewan yang bernama kucing.

Dengan pertanyaan yang Ani ajukan, kita secara tidak langsung sebenarnya dibawa masuk pada ranah atau wilayah filsafat yang disebut dengan epistemologi dan sekaligus filsafat bahasa. Epistemologi adalah suatu cabang kajian utama dalam filsafat yang mempelajari bagaimana pengetahuan itu diperoleh, dibentuk, dan dipergunakan oleh manusia. Sedangkan filsafat bahasa, ini adalah cabang lain dari filsafat yang secara khusus mempelajari apa itu bahasa dan seluk-beluknya.

Oleh karena itu, pertanyaan mulai dari manakah kita harusnya belajar filsafat ditentukan oleh pertanyaan awal yang kita buat. Sebab, melalui pertanyaan yang kita buat akan menentukan arah kita belajar filsafat selanjutnya. Kita harus belajar apa dan mau ke mana kita menuju, semuanya kembali pada pertanyaan awal kita yang mendasar. Inilah yang mungkin dimaksud dengan directions in philosophy. So, buatlah satu pertanyaan terlebih dahulu yang paling menarik buat Anda sebelum belajar lagi filsafat bersama saya. ;-)




FILSAFAT ILMU DITAMPILKAN SETENGAH KOMIK

Mendengar kata filsafat ilmu identik dengan sebuah sajian yang perlu kegiatan mengkerutkan dahi, ditambih harus berpusing-pusing. Sudah menjadi perbincangan umum bahwa mempelajari filsafat itu harus ekstra cermat dan masih ditambah lagi kemampuan memeras otak. Kadang juga dimitoskan bahwa tidak setiap orang memilki kemampuan untuk mencerna pembelajaran filsafat, dan hanya harus khusus yang memilki kepandaian tertentu. Itu semua tidak benar. Dan mitos itu harus ditanggalkan.
Seorang-orang dokter bernama Djohanjah Marzoeki ingin menghapus stigma negative, jika mempelajari filsafat itu tidak sulit. Kini pak dokter bersolusi, membuat buku filsafat ilmu dibuat mudah, dengan punuh visualisasi, sehingga lahir buku “setengah komik”
Siapa saja yang ingin mudah, silakan membaca.
Data buku
JUDUL: Budaya Ilmiah dan Filsafat Ilmu
PENULIS: Djohanjah Marzoeki
PENERBIT: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jl. Palmerah Selatan 22-28, Jakarta 10270
ISBN: 979-669-808-0
CETAKAN : I—2000
[buku ini di editori oleh—R.Masri Sareb Putra, seorang-orang yang piawai dalam bidang penerbitan]

THOMAS KHUN: THE STRUCTUR OF SCIENTIFIC REVOLUTION


SADAPAN BUKU THOMAS KUHN :

JUDUL: Thomas Kuhn dan Perang Ilmu
PENULIS: Zianuddin Sardar
PENERBIT: Jendela. Jl. Gejayan Gg. Buntu II No. 5A . Mrican Yoguakarta 55281 Telp. 0274-518886. E-mail: jendela_press@kompascyber.com
ISBN: 979-95978-99-3
CETAKAN: I—Oktober 2002
Tebal : vii + 80; 11 x 175 cm
[Judul Asli Thomas Kuhn and the Science Wars. UK: Icon Books dan USA: Totem Books, 2000—penerjemah : Sigit Djatmiko]
-------:

Munculnya sebuah buku “Structure of Scientific Revolutions” pada tahun 1962, yang dikreasi oleh seorang-orang yang dilahirkan di Cincinnati, Ohaio. Dia adalah Thomas Kuhn. Pada tahun 1922 Kuhn belajar Fisika di Havard University, kemudian melanjutkan studinya di pascasarjana, dan memutuskan pindah ke bidang sejarah ilmu.
“Structure of Scientific Revolutions”, banyak mengubah persepsi orang terhadap apa yang dinamakan ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan ilmu itu bersifat linier-akumulatif, maka tidak demikian halnya dalam penglihatan Kuhn.
Menurut kuhn, ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal dan kemudian “membusuk” karena telah digantikan oleh ilmu atau paradigma baru. Demikian selanjutnya. Paradigma baru mengancam paradigma lama yang sebelumnya juga menjadi paradigma baru.
Perspektif Kuhn:
Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarawan profesonal tertentu. Ia mengekplorasi tema-tema yang lebih besar, misalnya seperti apakah sesungguhnya ilmu itu di dalam pratiknya yang nyata, dengan analisis konkret dan empiris. Di dalam Structure ia menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip para pemecah teka-teki yang bekerja di dalam pandangan dunia yang sudah mapan. Kuhn memakai istilah “paradigma” untuk menggambarkan system keyakinan yang mendasari upaya pemecahan teka-teki di dalam ilmu.
Menurut Kuhn, ilmu berkembang melalui siklus-siklus; ilmu normal diikuti oleh revolusi yang diikuti lagi oleh ilmu normal dan kemudian diikuti lagi oleh revolusi.

SADAPAN SINGKAT TENTANG EPISTEMOLOGI DASAR


SADAPAN SINGKAT TENTANG EPISTEMOLOGI DASAR
[Pengantar Dilsafat Ilmu Pengetahuan ]
Data Buku
JUDUL: Epistemologi dasar [Pengantar Filsafat Pengetahuan]
PENULIS: J.Sudarminta
PENERBIT : Kanisius. Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281. Kotak Pos 1125/Yk Telp. [0274] 588783, 565996. Website: http://www.kanisiusmedia.com/. E-mail : office@kanisiusmedia.com
CETAKAN : I—2002
ISBN: 979-21-0181-0
TEBAL: 196 hlm.


TERMINOLOGI:
Cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut Epistemologi. Istilah “epistemologis” sendiri berasal dari kata Yunani episteme=pengetahuan dan logis=perkataan, pikiran, ilmu. Kata”episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya mendudukan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme bearti pengetahuan sebaya upaya intelektual untuk “menempatkan sesuatu dalam kedudukan seteptnya.” Selain kata “episteme”, untuk kata “pengetahuan” dalam bahasa Yunani juga dipakai kata “gnosis”, maka istilah epistemologi’ dalam sejarah pernah juga dipakai kata”gnosis”, maka istilah “epistemology” dalam sejarah pernah juga disebut “gnoseologi”. Sebagai kajian kritis filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemology kadang juga disebut teori pengetahuan [theory of knowledge; erkentnistheorie]

MAKSUD KAJIAN
Epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Bagaimana pengetahuan itu pada dasarnya diperoleh dan diuji kebenarnnya?Manakah ruang lingkup atau batas-batas kemampuan manusia untuk mengetahui ?
Epistemologi juga bermaksud mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan itu. Epistemologi juga mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan obyektivitasnya.
Dari maksud itu, maka Epistemologi dapat dinyatakan suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normative, dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai. Epsitemologi menilai apakah keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengatahuan dapat dibenarkan, diajamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar.

RASIONAL MENGAPA MEMPELAJARI EPISTEMOLOGI
Sekurang-kurangnya ada tiga alas an yang dapat dikemukakan mengapa epistemology perlu dipelajari.
  1. Alasan pertama: berangkat dari pertimbangan strategis
  2. Alasan kedua; dari pertimbangan kebudayaan
  3. Alasan ketiga: berangkatdari pertimbangan pendidikan.

Pertimbangan Strategis: Pengetahuan adalah kekuasaan [Knoledge is power. Pengetahuan mempunyai daya kekuatan untuk mengubah keadaan. “Apabila pengetahuan adalah suatu kekuatan yang telah dan akan terus membentuk kebudayaan, menggerakan dan mengubah dunia, sudah semestinyalah apabila kita berusaha memahami apa itu pengethauan, apa sifat dan hakikatnya , apa daya dan ketebatasnnya, apa kemungkinan permasalahannya.
Pertimbangan Kebudayaan: Mempelajari epistemology diperlukan pertama-tama untuk mengungkap pandangan epistemologis yang sesungguhnya ada dan terkandung dalam setiap kebudayaan. Setiap kebudayaan, entah secara implicit ataupun ekplisit, entah hanya lisan atau tulisan , entah secara sistematis ataupun tidak, selalu memuat pandangan tentang pengetahuan.

Pertimbangan pendidikan: berdasarkan pertimbangan pendidikan epistemology perlu dipelajarai karena manfaatnya untuk bidang pendidikan. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan ketrampilan hidup, tidak dapat lepas dari penguasaan pengetahuan. Proses Belajar Mengajar dalam konteks pendidikan selalau memuat unsure penyampaian pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai.