KEBENARAN DALAM MATRIK

KEBENARAN DALAM MATRIK: SUMBER Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafatà Dr. Ali Anwar, MSi, dan Drs. Tono TP.)

TEORI KOHERENSI

Teori kebenaran saling berhubungan

Perumusan

Protagoras, dikembangkan : Hegel (abad 19)

Prinsip

Deduksi (Umum -- Khusus)

Tingkat Kebenaran

Kuat/lebih meyakinkan

URAIAN/CONTOH

· Sesuatu itu benar jika ia mengandung yang koheren, artinya kebenaran itu konsisten dengan kebenaran sebelumnya

· Kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dan pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui dan diakui benar

· Suatu kepercayaan adalah benar bukanlah karena bersesuaian dengan fakta, melainkan karena ia bersesuaian atau berselarasan dengan binaan pengetahuan yang kita miliki

TEORI KORESPONDENSI

Suatu itu benar jika ada yang dikonsepsikan sesuai dengan obyeknya (Fakta)

Perumusan

Bertrand Rusel (1872-1970), awalnya Aritoteles

Prinsip

Induksi (Khusus--Umum)

Tingkat Kebenaran

Tingkat kebenaran agak rendah karena sifat metode induksi itu sendiri

URAIAN/CONTOH

· Kebenaran dicapai setelah diadakan pengamatan dan pembuktian (Observasi dan Verifikasi)

· Kebenaran itu berupa kesesuaian (korespondensi) antara apa yang dimaksud oleh suatu pendapat dan apa yang sungguh-sungguh merupakan fakta

TEORI PRAGMATIS

Suatu itu benar jika menimbulkan akibat positif

Pencetusnya

Charles S, Pierce (1835-1914)

Para Ahlinya

William James (1842-1910), Jhon Dewey (1859-1952)

Tingkat Kebenaran

Lemah (ada unsure subyektivisme)

URAIAN/CONTOH

· Benar tidaknya suatu pendapat, teori, atau dalil semata-mata beragantung pada faedah dan tidaknya pendapat tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam penghidupannya yaitu ada nilai praktis, ada hasilnya, berguna, memuaskan (satisfies), berlaku (work)

· Bagi pragmatism, suatu agama bukan benar karena Tuhan yang disembah atau Tuhan itu benar-benar ada, tetapi karena pengaruhnya yang positif dan berkat kepercayaan itu, masyarakat jadi tertib

ILMU PERBANDINGAN AGAMA DAN FILSAFAT.

Dari buku ini ada kutipan yang bermanfaat, yakni sekitar apa ilmu itu.
Hasil sadapan sebagai berikut:

ILMU ( Yang dimaksud Ilmu Pengetahuan)

· Ilmu adalah hal-hal yang diketahui (keseluruhan dari kebenaran-kebenaran yang terkait antara satu dan lainnya secara sistematis)

· Ilmu adalah hal-hal yang kita dapat mengetahui sesuatu (kemampuan untuk menarik kesimpulan dari sejumlah data tertentu dan dengan cra tertentu)

· Ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai dasar dan berlaku secara umum dan niscaya/pasti

· Ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemisasikan . Suatu pendekatan /metode pendekatan terhadap dunia empiris, yaitu dunia yang terkait dengan ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia

· Science empircal, rational, general and cummulative and is all four one” (Ilmu ialah empiris, rasional, umum dan bertimbun-bersusun, dan semuanya serentak) (Ralph Ross)

· Ilmu adalah pengetahuan yang telah disitemisasikan, yakni disusun teratur mengenai suatu bidang tertentu yang jelas batas-batasnya mengenai sasaran, cara kerja, dan tujuannya. Ilmu diikat oleh suatu kesamaan cara kerja yang disebut metodologi (metode ilmiah), dan merupakan suatu disiplin ilmiah. Ilmu lahir Dari pengamatan yang cermat melalui mata, pencerapan indera, yakni mencerap melalui mata, telinga, hidung, otak dan lain-lain, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat-alat bantuan (mikroskop, sinar X, teleskop, radio teleskop, potret prisma, high fidely microphone, dan sebagainya). Ilmu baru dikatakan ilmu kalau telah lengkap menyeluruh. Ilmu adalah pengetahuan yang telah menyempurnakan diri berdasarkan kumpulan data yang lebih lengkap dan perbaikan cara kerja terus menerus.[Halaman: 17-18]

SIFAT-SIFAT ILMU:

1. Rasional : (Proses pemikiran yang berlangsung dalam ilmu itu harus dan hanya tunduk pada hokum logika)

2. Empiris (Kesimpulan yang didapatnya harus dapat ditundukkan pada verifikasi pancaindera manusia)

3. Sistematis: (Fakta yang relevan itu harus disusun dalam suatu kebulatan yang konsisten)

4. Umum: ( harus dapat dipelajari oleh setiap orang tidak bersifat esoteric)

5. Akumulatif: (Kebenaran yang diperoleh selalu dapat dijadikan dasar memperoleh kebenaran)

[halaman 19-20]

Data Buku:

JUDUL : Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat

PENULIS:DR. Ali Anwar Yusuf. Drs. Tono.TP

PENERBIT: CV Pustaka Setia. Jl. BKR-LIngkar Selatan No. 162-164. Telp:(022-5210588-5224105.

ISBN: 979-739-585-6

CETAKAN: I : Oktober 2005

TEBAL: 232 halaman

TIGA INSTITUSI KEBENARAN

Mengendus dari buku Pak H. Endang Safiuddin Anshari MA.

TIGA INSTITUT KEBENARAN

(Sumber Ilmu-Filsafat & Agama- H.Endang Saifuddin Ashari, MA)

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk pencari kebenaran, karena dalam dirinya selalu diliputi oleh rasa keingintahuan. Nalarnya selalu menjelajah untuk menemukan kebenaran. Daya jelajah otak kadang terbatas, dan disertai keterbatasan daya tangkap indera, memungkinkan capaian terbatas. Namun ketika rasa ingin tahu yang tak mungkin terbendung manusia selalu mencari dan mencari. Terdapat tiga jalan untuk menghapiri kebenaran itu yakni, Agama, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Namun ketiga jalan penemuan kebenaran itu memiliki kekhususan. Adapun kekhususan yang dimaksud adalah, adanya titik persamaan, adanya titik perbedaan namun juga ada titik singgung.

ILMU PENGETAHUAN:

Ilmu pengehtauan itu pada hakikatnya merupakan hasil usaha manusia yang kemudian disusun dalam satu system mengenai kenyataan, sturktur, pembagian., bagian-bagian dan hukum-hukum tentang asal muasal yang pernah diselidikinya, seperti: (alam, manusia dan juga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran manusia yang dibantu penginderaan, yang kebenarannya diverifikasi/diuji secara empiris, riset ataupun eksperimental.

FILSAFAT

Endang Saifuddin Anshari, MA (1979:157), mendefiniisikan filsafat sebagai hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat sarwa yang ada:

(a) Hakekat Tuhan;

(b) hakekat alam semesta;

(c) hakekat manusia; serta sikap manusia termasuk sebagai konsekwensi daripada faham (pemahamnnya) tersebut.Untuk itulah dalam berfikir filsafat perlu dipahami karakteristik yang menyertainya, pertama, adalah sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam konstalasi pengetahuan yang lainnya, kedua, sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikirfilsafat tidak sekedar melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak secara fundamental, dan ciri ketiga, sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita perlu spekulasi. Dari serangkaian spekulasi ini kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari perjelajahan pengetahuan (Jujun, 1990:21-22)

AGAMA


Agama–pada umumnya– merupakan (1) satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; (2) satu sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu; (3) satu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan (Anshari, 1979:158).
Agama berbeda dengan sains dan filsafat karena agama menekankan keterlibatan pribadi. Kemajuan spiritual manusia dapat diukur dengan tingginya nilai yang tak terbatas yang ia berikan kepada obyek yang ia sembah. Seseorang yang religius merasakan adanya kewajiban yang tak bersyarat terhadap zat yang ia anggap sebagai sumber yang tertinggi bagi kepribadian dan kebaikan.Agama tak dapat dipisahkan dari bagian-bagian lain dari kehidupan manusia, jika ia merupakan reaksi terhadap keseluruhan wujud manusia terhadap loyalitasnya yang tertinggi. Sebaiknya, agama harus dapat dirasakan dan difikirkan: ia harus diyakini, dijelaskan dalam tindakan (Titus, 1987:414).

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN:

Baik ilmu, filsafat ataupun agama bertujuan–sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang–sama yaitu kebenaran. Namun titik perbedaannya terletak pada sumbernya, ilmu dan filsafat berumur pada ra’yu (akal, budi, rasio, reason, nous, vede, vertand, vernunft) manusia. Sedangkan agama bersumberkan wahyu.Disamping itu ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset, research), pengalaman (empiri) dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filasafat menghampiri kebenaran dengan exploirasi akal budi secara radikal (mengakar); tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama logika. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dengan dan dalam agama dengan jalan mempertanyakan pelbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiri, riset dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat kedua-duanya nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut) karena agama adalah wahyu yang diturunkan Allah.
Baik ilmu maupun filsafat dimulai dengan sikap sanksi dan tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya atau iman (Annshari, 1996:158-160).

OLAH AKAL BUDI

DASAR-DASAR LOGIKA DAN FILSAFAT ILMU

Buku ini layaknya buku filsafat ilmu lainnya, membentangkan hal ikhwal kehadiran Filsafat serta rincian terminologinya. Yang dibahas buku ini antara lain:

HAKIKAT FILSAFAT:

[]Ruang Lingkup dan Tujuan Kajian

[]Dasar-dasar Kefilsafatan

[]Hakikat Ontologi Filsafat

[]Hakikat Epistemologi Filsafat

[]Hakikat Axiologi Filsafat

[]Hakikat Manusia dan Kehidupan

LOGIKA FORMAL

[]Ruang Ligkup dan Kajian

[]Pengertian Logika Formal

[]Makna Pengertian dan Definisi

[]Makna Keputusan

[]Makna Proposisi Majemuk

[]Makna Penyimpulan dan Silogisme

LOGIKA MATERIAL

[]Ruang Lingkup dan Tujuan Kajian

[]Pengertian Logika Material

[]Asal-Usul Pengetahuan

[]Makna Batasan Benar dan Salah

[]Makna Kriterium

[]Makna Metode

HAKIKAT FILSAFAT ILMU

[]Ruang Lingkup dan Tujuan

[]Dasar-dasar Filsafat Ilmu

[]Hakikat Ontologi Ilmu

[]Hakikat Epistemologi Ilmu

[]Hakikat Aksiologi Ilmu

[]Hubungan Antara Filsafat, Ilmu, Agama dan Kehidupan

[]Hubungan Teori dengan penelitian Ilmiah

Data buku

JUDUL: Olah Akal Budi

PENULIS: Dr. Arifin MSi

PENERBIT: LILIN Pogung Lor Blok C-190 Sleman Yogyakarta. Telepon: (0274) 8268461. E-mail: redakililin@gmail.com

ISBN: 978-602-97511-0-9

TEBAL: 240 halaman. 14 x 21 cm

CETAKAN: 2010

[]

TERSARIKAN SEBUAH MANFAAT BERFILSAFAT:

KEGUNAAN FILSAFAT:

  1. Dengan filsafat, seseorang akan lebih menjadi manusia, karena terus melakukan perenungan dan menganalisa hakikat jasmani dan hakikat rokhani manusia dalam kehidupan di dunia agar bertindak bijaksana
  2. Dengan berfilsafat seseorang dapat memahami makna hakikat hidup manusia, baik dalam lingkup pribadi maupun social. Dengan berfilsafat seseorang akan mampu memberi arti terbaik, unggul dan integral terhadap makna hidup, dan sanggup memahami keunggulan dan kelemahan diri, sehingga dapat memperkokoh kepribadian diri
  3. Kebiasaan menganalisa segala sesuatu dalam hidup seperti yang diajarkan dalam metode berfilsafat, akan menjadikan seseorang cerdas, kritis, sistematis, dan obyektif dalam melihat dan memecahkan beragam problema kehidupan, sehingga mampu meraih kualitas, keunggulan dan kebahagiaan hidup
  4. Dengan berfilsafat manusia selalu dilatih, dididik untuk berpikir secara universal, multidimensional, komprehensif, dan mendalam. Dengan terlatihnya seseorang dalam melihat dan menganalisa hakikat segala sesuatu secara komprehensif dan mendalam, maka seseorang akan mampu meminimalisisr kecenderungan mentalitas negative, misalnya egoistis, individualistis, parsialis, dan diskriminatif. Beragam problem social akan bermunculan ketika mentalitas negative tersebut mendominasi setiap proses-proses social sehari-hri dalam kelompok
  5. Belajar filsafat akan melatih seseorang untuk mampu meningkatkan kualitas berpikir secara mandiri, mampu membangun pribadi yang berkarakter, tidak mudah terpengaruh oleh factor eksternal, tetapi disisi lain masih mampu mengakui harkat martabat orang lain. Karena itu, belajar filsafat akan mendorong tumbuhnya sikap mentela kompetitif secara sehat dan berkualitas
  6. Belajar filsafat akan memberikan dasar-dasar semua bidang kajian pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis atau pemahaman atas hakikat kesatuan semua pengetahuan yang baik. Karena berfikir filsafat selalu mendorong seseorang untuk membangun keterbukaan berpikir, ketelitian dan melakukan analisis terdalam, serta terdorong untuk melakukan inovasi berdasarkan penemuan terbaru (invention) (Jhonstone, H.W. 1968; Tafsir, 2004; Sudiarja, dkk.2006)





Logika (8), Istilah dan Definisi

Sebelum membaca postingan saya yang baru, kali ini, marilah kita sama-sama berniat untuk saling memaafkan. Saya yakin telah membuat kesal para pembaca blog ini karena banyak ngilangnya. ^_^ Untuk itulah, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Juga tidak lupa, saya ucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H. Semoga, penulis blog ini lebih rajin dari yang biasanya. (Nah lho, besok-besok ga boleh terlalu lama ya bikin postingnya? ;-) )

Kembali ke soal logika, melanjutkan pembahasan terdahulu, kali ini saya ingin menelisik lebih jauh pada materi mengenai istilah dan pengolahannya. Mungkin dalam hati Anda semua bertanya, kenapa istilah itu harus diolah sedemikian rupa ya? Ini memang betul bahwa istilah juga perlu diolah dengan baik laiknya memasak nasi. Sebab, kalau menurut hemat saya, dunia filsafat ataupun dunia ilmu, bertumpu pada pengolahan istilah yang semakin lama semakin kompleks pengertiannya.

Misalnya saja, kata globe (dunia) dalam bahasa Inggris mendapatkan pengertian yang sangat kompleks ketika berubah menjadi istilah globalization (mendunia atau globalisasi). Bagi yang paham benar dengan pengertian istilah tersebut, pastilah ia akan memahami kompleksitas pengertiannya. Sebab, ini bukan hanya menyangkut pada semakin banyaknya orang yang berkunjung antar negara, tetapi juga berhubungan dengan kasus penyelundupan obat-obatan terlarang, masalah perusahaan multinasional, hubungan diplomatik, ataupun kompetisi internasional di bidang pendidikan, tenaga profesional, hingga teknologi militer.

Ya, globalisasi mengandaikan semuanya itu dan juga soal-soal yang tidak saya sebutkan. Kita tidak dapat mereduksi atau memangkas pengertian istilah ini sebagai sesuatu yang sederhana seperti terkandung dalam pengertian "mendunia". Oleh karenanya, menjadi penting bila suatu istilah itu dipahami dengan baik. Supaya istilah ini dipahami dengan baik, kita harus mengolahnya dengan baik pula. Lalu, bagaimana caranya suatu istilah itu dapat diolah dengan baik?

Pengolahan istilah yang baik sebenarnya dilaksanakan dengan cara "membatasi pengertiannya". Atau, nama lain untuk pembatasan pengertian suatu istilah tiada lain daripada yang disebut definition (definisi). Dalam logika, pemberian definisi suatu istilah dipenuhi oleh dua unsur, yaitu definiendum (istilah yang hendak dibatasi pengertiannya) dan definiens (uraian tentang batasan untuk istilah yang dimaksud). Selain dua unsur yang telah disebutkan, suatu definisi harus memenuhi syarat-syarat seperti terurai di bawah ini.
  1. Suatu definisi tidak boleh lebih atau kurang daripada pengertian dasar istilah yang didefinisikan.
    Misalnya: Manusia adalah hewan.
    Definisi istilah manusia ini menjadi salah karena pengertian hewan melebihi pengertian manusia. Sebab, kata hewan dipakai juga untuk menyebut jenis yang lainnya dan bukan hanya manusia.

  2. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang samar-samar.
    Misalnya: Anjing adalah yang berkaki empat.
    Definisi istilah anjing di atas masih terlalu samar pengertiannya dan dapat tertukar dengan pengertian kucing atau kuda yang sama-sama memiliki empat kaki.

  3. Definisi tidak boleh diberi istilah yang didefinisikan atau sinonimnya.
    Misalnya: Binatang adalah hewan.
    Istilah binatang merupakan kata lain yang sepadan (atau sinonim) untuk istilah hewan. Jadi, tidak dapat digunakan untuk membuat pengertian batasan yang dibutuhkan untuk istilah binatang.

  4. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bentuk negatif apabila masih mungkin dinyatakan dalam bentuk positif.
    Misalnya: Salah adalah tidak benar.
    Dalam definisi istilah salah, pengertian tidak benar merupakan pengertian yang tidak menjelaskan pengertian salah itu sendiri. Kita sudah mengetahui bila salah akan berarti tidak benar. Jadi, definisi ini merupakan suatu definisi yang buruk karena tidak memberikan pengertian yang baik tentang istilah salah.

Catatan:
Referensi untuk syarat definisi diambil dari buku Partap Sing Mehra dan Jazir Burhan, 2001, Pengantar Logika Tradisional, cet. VII, Putra A. Bardin, Bandung, hal. 27-8.

Bila suatu definisi memenuhi dua unsur dan keempat syarat yang telah disebutkan, maka istilah yang didefinisikan menjadi sah dalam pengujian logika.

Untuk memahami lebih jauh penerapannya, kita akan menerapkan aturan definisi ini dalam membuat suatu pengertian yang baik untuk istilah globalisasi.













DefiniendumDefiniens
GlobalisasiProses interaksi antar negara maupun warga negaranya yang mengakibatkan perubahan mendasar pada budaya dan orang-orang yang ada pada masing-masing wilayah negara yang berinteraksi.



Pada kasus pendefinisian istilah globalisasi di atas ini, kita mendapati bahwa uraian tentang istilah itu mengambil titik tekan pada interaksi antar negara dan juga antar warga negara. Namun, pengertian istilah ini menjadi semakin jelas ketika ada efek yang dihasilkan dari jenis interaksi tersebut yang berpengaruh pada budaya maupun orang-orang yang hidup di negara yang melakukan interaksi tersebut. Definisi ini memenuhi semua syarat yang diajukan di atas kalau Anda memperhatikannya secara seksama. Sebab, pengertian globalisasi menjadi proses interaksi antar negara maupun warga negara secara umum tidak melebihi pengertian globalisasi yang dasar, uraian tentang istilah globalisasi dalam definiens tidak samar, tidak ada pengulangan istilah globalisasi dalam definiens, dan definisi di atas tidak dinyatakan dalam bentuk negatif.

Walaupun demikian, mungkin ada orang yang berkeberatan mengenai isi dari pengertian globalisasi di atas. Atas keberatan yang serupa ini, sebenarnya tidak terlalu penting untuk dipertimbangkan dalam konteks logika. Sebab, suatu definisi dapat saja memiliki pengertian yang berbeda sesuai titik tekan yang dipilihnya. Masalah utama dan yang paling mendasar sebenarnya terletak pada apakah definisi yang dibuat sudah memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan atau belum dan bukan pada isi definiens yang dapat berisi penguraian yang bermacam-macam pengertiannya sesuai dengan keinginan si pembuat definisi.

Demikian pembahasan dari saya untuk istilah dan pengolahannya melalui definisi. Pada posting yang selanjutnya, saya masih akan membahas bagaimana definisi ini dibuat dengan mempertimbangkan unsur-unsur lain dalam apa yang disebut predikat. Sampai ketemu lagi dalam posting selanjutnya. Tetap semangat ya untuk belajar filsafat! ^_^