Hasil Penelitian : Penyebab Albert Einstein Jenius dan Pintar



Otak Albert Einstein yang diawetkan

Siapa yang tidak kenal Albert Einstein? Yapzz... Semua orang pasti kenal dengan ilmuan yang satu ini karena kejeniusan dan kepintarannya. Karena kepintarannya inilah setelah beliau wafat tidak begitu saja dikuburkan. Namun, otaknya diambil dan diawetkan untuk diteliti oleh para ilmuan lainnya. Tentu saja atas persetujuan dari pihak keluarga.

Hasil penelitian terbaru dalam jurnal Brain mengungkapkan bahwa kejeniusan Albert Einstein dikarenakan struktur anatomi dalam otaknya yang cukup aneh.

Secara khusus para peneliti mengatakan bahwa jika dibandingkan dengan otak orang normal, belahan otak kiri dan kanan milik fisikawan asal Jerman itu terhubung satu sama lain. Artinya, struktur otak itu membuat antara saraf stau dengan lainnya dapat lebih mudah untuk berkomunikasi dengan baik.

Oleh karena itu, para ilmuwan dari Florida State University di Amerika Serika (AS) menyimpulkan bahwa komunikasi interhemispheric dalam otak Enstein cukup mengesankan. Terlebih, setelah mereka mempelajari anatomi corpus callosum-nya secara lebih mendalam.

Adapun yang dimaksud corpus callosum adalah bundel besar dan serat saraf di bawah korteks yang menghubungkan satu belahan otak dengan yang lainnya.

Bila dibandingkan dengan corpus callosum seseorang yang berusia muda atau tua, struktur dalam otak Einstein jelas berbeda. Di mana terlihat bahwa saraf itu dikemas dengan subdivisi yang lebih tebal, sebagaimana bisa dilihat dan dijelaskan dalam tautan ini.

“Studi ini benar-benar menangkap bagian terdalam otak Einstein, di mana membuat kita dapat memahami informasi permukaan otak sang jenius,” ungkap antropoloh evolusi dari Florida State University Dean Falk, seperti dikutip dari situs Natmonitor.

Sehingga, para peneliti mengungkapkan bahwa anatomi otak yang tidak biasa ini menjadi alasan mengapa Albert Einstein memiliki kejeniusan di atas rata-rata

Sistem Penamaan Makhluk Hidup Binomial Nomenklatur dan Penemunya


Setiap makhluk hidup didunia ini memiliki berbagai nama yang diberikan oleh manusia. Namun karena keberagaman bahasa, maka nama makhluk hidup berbeda disetiap bahasa. Misalkan, dalam bahasa indonesia macan namun dalam bahasa inggris disebut tiger. Maka karena perbedaan inilah dibuat sistem binomial nomenclatur (sistem nama ganda) sehingga mudah dipahami seluruh ahli taksonomi didunia.

Penemu Sistem Binomial Nomenclatur



Carolus Linnaeus

Sistem penamaan ganda (binomial nomenclatur) ini ada dalam  buku Pinax Theatri Botanici (1632) karya Caspar Bauhin. Dalam buku ini diterapkan sistem nama ganda bagi tumbuhan. Tetapi, Linnaeus lah yang dianggap sebagai pencipta sistem penamaan ganda ini (Binomial Nomenclatur). Hal ini mungkin saja dikarenakan Carolus Linnaeus yang secara konsisten menerapkan sistem penamaan tersebut dalam bukunya Species Plantarum (1753).

Pengelompokan dalam Sistem Binomial Nomenclatur





Sistem Ini mengelompokkan jenis-jenis tertentu dalam satu kelompok besar yang disebut marga. Marga yang memiliki kemiripan yang tinggi ditempatkan dalam kelompok yang lebih besar yaitu famili (suku). Famili yang memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi ditempatkan kedalam satu ordo (bangsa). Ordo yang memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi ditempatkan kedalam satu kingdom (kerajaan).

Masing-masing kingdom atau kerajaan makhluk hidup dibagi-bagi menjadi divisio atau divisi untuk tumbuhan dan phylum untuk hewan. Setiap filum  atau divisi dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil dan demikian seterusnya.

Setiap kelompok yang terbentuk dalam klasifikasi makhluk hidup disebut takson. Ilmu yang mempelajari takson disebut dengan taksonomi. Taksonomi berasal dari kata taxon yang berarti kelompok dan nomos yang berarti hukum. atau disebut juga sistematika (susunan dalam suatu sistem).

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditafsirkan bahwa para ilmuan menggolongkan makhluk hidup berdasarkan banyaknya persamaan yang dimiliki baik morfologi, fisiologi, maupun anatominya. Maka dapat diakatakan semakin banyak persamaannya maka semakin dekat pula hubungan kekerabatannya serta sebaliknya Contohnya spesies kucing (Felis domestica) dan spesies harimau (Felis tigris).

Dengan begitu maka terbentuklah ciri klasifikasi atau tingkatan takson. Semakin tinggi tingkatan takson maka semakin sedikit persamaan yang ada tetapi jumlah makhluk hidupnya semakin banyak dan semakin rendah kedudukan suatu takson maka semakin banyak persamaannya tetapi semakin sedikit jumlah makhluk hidupnya.

Mamalia Ini disebut "Mesin Seks" dan Berikut Penjelasannya




Antechinus jantan adalah mamalia (hewan menyusui) yang menghabiskan dua minggu hidupnya untuk kawin dengan banyak betina uniknya antechinus jantan memiliki sperma terbatas sebelum akhirnya mati.  Hewan ini adalah sejenis tikus dan merupakan hewan asli Australia.

Mamalia jantan Antechinus, mampu menghabiskan waktunya hingga berminggu-minggu untuk melakukan kopulasi dengan banyak betina. Peneliti yang mengamati perilaku hewan ini menemukan sebuah 'kerja keras' yang kemudian menghasilkan kematian pada diri tikus jantan tersebut.

Antechinus jantan dijuluki 'mesin seks' yang menghabiskan dua pekan terakhir hidupnya untuk kawin dengan sejumlah betina. Berdasarkan pengamatan peneliti, hewan ini dibiarkan begitu lelah oleh aktivitas kopulasi konstan hingga si pejantan kehilangan semua bulunya, mengalami cedera internal, lalu mati akibat gangraena (penyakit yg disebabkan oleh matinya jaringan tubuh).

Ilmuwan telah mempelajari hewan pengerat ini selama bertahun-tahun dan menemukan informasi baru. Ilmuwan berpikir bahwa binatang asli Australia ini menghabiskan sebagian besar hidupnya, dengan memiliki sperma terbatas yang mampu dilepaskan hanya selama dua pekan.

"Anda harus merasa kasihan pada mereka. Ini cukup sulit untuk melihat mereka pergi pada usaha yang keras," ungkap peneliti Diana Fisher.

Melalui pengamatan peneliti, pasangan ini bisa mendapatkan hingga 14 jam kopulasi selama musim kawin. "Ada kesempatan yang sangat baik sebagian besar betina akan menjadi bunting," kata peneliti dari Queensland University. Temuan ini muncul dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences di Amerika Serikat.