APOSTERIORI& APRIORI

[TALAAH ATAS CARA KERJA ILMU-ILMU]
Pengantar
Proses pikir yang dikembangkan manusia semakin memberikan pemahaman dan pengertian, apa yang merupakan obyek pengetahuan ilmiah. Pendalaman dilakukan sebagai upaya mencapai musabab pertama [the first causes], ataupun sebab terakhir [the last causes]. Dari pengembaraan pikir inilah ditemukan dua model yang mewakili kelompok ilmu.
Pertama adalah yang mewakili kelompok ilmu yang mementingkan pengamatan dan penelitian, yang disebut empiris [“empirical’ dari kata Yunani yang maknanya “meraba-raba”], atau aposteriori kata latin.
Kedua adalah yang mewakili kelompok ilmu yang seakan-akan ingin menangkap susunan kenicayaan secara apriori, dengan mengandalkan penalaran/rasio.
TERMINOLOGI
Aposteriori berasal dari kata latin “post” yang maknanya “sesudah”, oleh karenanya segala ungkapan ilmu baru terjadi ketika seorang-orang melakukan pengamatan melalui inderanya.
CARA KERJA
Aposteriori cara kerjanya berada pada ruang lingkup ilmu-ilmu empiris yang sering disebut dengan cara “induksi”
EMPIRISME:
Empirisme merupakan aliran yang megakui bahwa pengetahuan itu pada ahkikatnya berdasarkan pengalam atau empiris melalui alat indera. Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata berdasarkan akal karena dipandang sebagai spekulasi belaka yang tidak berdasarkan realitas, sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus dan seharusnya berdasarkan kenyataan sejati yakni realitas.
Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah empiris ini antara lain :
  1. John Locke
  2. George Berckeley
  3. David Hume

SEKILAS TOKOH EMPIRISME:
John Locke [1632-1704]
adalah seorang dokter yang berasal dari Inggris yang juga menjadi salah satu penasihat raja Inggris. Dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat “ Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima”
Dari ungkapanya menunjukkan bahwa John Lock menolak doktrin Rene Descartes “Doktrine of innate ideas”
Karya:
Essay Concerning Human Understanding. Esai yang berkenaan dengan pemahaman manusia [1690]

George Berckeley [1685-1753]
Adalah seorang pendeta, dilahirkan di Irlandia di wilayah Kilkeni. Kakek moyangnya berasal dari Inggris Protestan. Pada tahun 1707 diangkat menjadi wakil uskup Derry, kemudian setelah sepuluh tahun menjadi uskup Coloin, kemudian meninggal pada tahun 1753. Pikirannya lebih radical dibanding dengan John Locke, ucapannya sangat tegas à Esse est percipi”à ada karena diamati”
Karya:
A Treatise Concerning the participle of Human Knowledge.
Risalah mengenai Prinsip-prinsip Pengetahuan manusia [1790]

David Hume [1711-1776]
Hume mengatakan sesuai dengan ucapan Berckeley yakni “Esse est percipi”, mata saya menatap pada apa yang saya amati, kalimat inilah yang menunjukkan bahwa David saya terguh pendirianya, bahwa indera yang menuntun manusia menemukan pengetahuan.
Karya:
A Treatise Of Human Nature
Risalah Mengenai sifat Manusia selanjutnya direvisi pada tahun 1740 menjadi:
Enquiry Concerning Human Understanding.
Penelitian pemahaman atas manusia

INDUKSI:
Adalah penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada premisnya, sehingga merupakan cara berpikir dengan menarik simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yangt bersifat individual. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah mengkondisi berlanjutnya penalaran, dan sangat ekonomis.
Contok induksi

Jika seorang-orang akan melakukan penelitian dengan menggunkan metode induksi, maka harus melalui tahapan-tahapan berikut:

  1. perumusana masalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
  2. pengajuan hipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diuji lebih lanjut melalui verifikasi
  3. pengambilan sample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggap bisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut]
  4. Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagai hipotesa
  5. tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
    INGIN BAHAN TAYANG TOKOH-TOKOH KLIK [TOKOH EMPIRISME & RASIONALISME]

APRIORI :

TERMINOLOGI:
Dari kata latin “prius Sebelum, karena itu ilmu-ilmu ini ingin menentukan apa kiranya yang mendahului adanya kenyataan itu.
CARA KERJA:
Apriori cara kerjanya berada ruang lingkup ilmu-ilmu pasti yang biasanya disebut dengan cara “deduksi”, karena lingkup mendahului adanya kenyataan itu [prius], maka sangat mengandalkan “rasio” rasionalisme
RASIONALISME:
Merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya berdasar pada akal [rasio]. Akal merupakan penggerak dari sebuah kesanggupan untuk berpikir. Tanpa pikiran, tentu tidak ada sesuatu yang dipikirkan , dan tidak ada yang diketahuinya.
Rasionalisme menolak pengetahuan yang hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman.
Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah rasionalisme ini antara lain:

  • Rene Descartes
  • Leibnitz
  • Wolff

SEKILAS TOKOH

Rene Descartes
Adalah seorang-orang yang berasal dari Perancis, mendapatkan ajaran pada biara katholik. Descartes membangun system filsafati yang melibatkan metode penelitian, metafisika, fisika, dan biologi mekanistik.
Menurutnya, jika akan memulai harus ada pangkalmnyaà titik archimides. Pangkal yang yang dimaksud adalah pangkal pikir yang menyatakan “ Cogito ergo sum”, karena aku berpikir, jadi akau ada. Dengan demikian akal [berpikir] menjadi pangkal filsafatnya, oleh karenanya aliran ini dikenal rasionalisme.

Leibnitz.
Seorang Jerman yang pada usia 17 tahun telah menjadi sarjana, Teorinya menyatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi dari monode, tidak ada hubungannya dengan luar, dan tidak mempunyai hubungan apa pun. Pengetahuan tidak berpangkal di luar diri kita, tetapi berpangkal pada diri kita sendiri, yaitu akal. Gagagasan cemerlangnya melahirkan doktrin “Doctrine of innate idea” [innate = dibawa sejak lahir]

Wolff.
Adalah seorang warga Jerman yang merupakan eksoponen dari aliran rasionalisme. Ia adalah seorang guru besar yang menyebarkan pokok-pokok pikiran rasionalis. Kita dapat memperoleh pengetahuan atas dasar rasio, terlepas dari pengalaman. Apa yang dikatakan rasio itulah yang benar. Dengan tegas menyatakan bahwa pengetahuan kita senantiasa berdasarkan innate ideas yang bersumber pada diri kita dan berpangkal dari rasio kita.

DEDUKSI Deduksi diberi batasan sebagai penalaran dengan simpulan yang lebih sempit daripada wilayah premisnya. Cara kerja deduksi berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. SILOGISMUS

Simpulan :

  • Akhirnya Aristoteles menggabungkan antara Aprori dan Aposteriori.
  • Munculnya faham fenomenalisme ajaran Immanuel Kant [1724-1804] yang mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Faham ini menjelaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan paduan atau sintesa antara unsure-unsur apriori dan aposteriori. Dari sintesa tersebut dapat dirumuskan secara holistic baik secara empiris yang juga dilandasai penalaran logis.

RUJUKAN YANG DIGUNAKAN

  1. Donny Gahral Adian [2002] Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan: Penerbit Teraju Jakarta 38 :43 :48:
  2. Ismali Asy-Syarata [2005] Ensilkopedia Filsafat : Penerbit PT Kahlifa Jakartaà 43 :68 :82:188:205
  3. Jujun Suriasmantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu] : Yayasan Obor Indonesia Jakarta Bab IV 61:70
  4. Mohammad Muslih [2006] Filsafat Ilmu [Kajian atas dasar asumsi dasar paradigma dan kerangka Teori Ilmu pengetahuan]: Penerbit Belukar Yogyakarta Bab III 48 :52
  5. Lavine. T.Z [1984] David Hume [Risalah filsafat empirisme] : Penerbit Jendela Yogyakarta
  6. Rene Descartes [2003] Discourse Method [terjemahan Diskursus Metode] : Penerbit IRCiSoD Yogyakarta
  7. Sonny Keraf [2001] Ilmu Pengetahuan [Sebuah Tinjauan Filosofis]: Penerbit Kanisius Yogyakarta Bab III, 43:62
  8. Sutardjo.A. Wiraatmaja [2006] Pengantar Filsafat: PT Refika Aditama Bandung Grafindo Bab IV 93:98
  9. Thoyibi M [1994] Filsafat Ilmu dan Pengembangannya: Penerbit Universitas Muhhadiyah Surakarta, Surakarta 65 : 70Verhaak [2004]
  10. Donny Gahral Adian [2002] Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan: Penerbit Teraju Jakartaà 38 :43 :48:
    Ismali Asy-Syarata [2005] Ensilkopedia Filsafat : Penerbit PT Kahlifa Jakartaà 43 :68 :82:188:205
  11. Verhaak [2004] Filsafat ilmu Pengertahuan [Seri Filsafat Driyarkara1. Telaah atas cara kerja ilmu-ilmu]: PT Gramedia Jakarta Bab III. 27-66, Bab IV, 81-87
Anda dapat download power point "peranan teori dalam penelitian"

CATATAN RINGKASAN FILSAFAT ILMU, BUKU THOYIBI

CARING II
[Catatan – Ringan ]
FILSAFAT ILMU DAN PERKEMBANGANNYA
[Editor : M Thoyibi]
Gudang kami sengaja untuk memilih karya yang dieditori oleh, M Thoyibi karena disamping kaya akan catatan yang mudah dicerna, buku ini merupakan kumpulan tulisan pakar filsafat ilmu. Namun kurang bijak rasanya kalau dikupas secara tuntas, karena akan melanggar karya cipta intelektual, juga akan mencundangi penerbit. Oleh karenanya akan dibahas terbatas, dengan gaya mencuplik sana-sani. Secara keseluruhan buku ini merupakan kumpulan tulisan dari sembilan orang penulis, masing-masing:
  1. Hakikat Dasar Keilmuan [ Jujun. S. Suriasumantri]
  2. Filsafat Ilmu, Sejarah Kelahiran, Serta Perkembangannya [Koento Wibisono Siswomihardjo]
  3. Teori Pengetahuan dan Perannya dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan [Charles M.Stanton]
  4. Filsafat Yunani Batu Pertama untuk Kultur Modern [Muchlis Hamidy]
  5. Ilmu Pengetahuan, kelahiran dan Perkembangannya, Klasifikasi, Sserta Strategi Pengembangannya [Koento Wibisono Siswomihardjo]
  6. Metode Mencari Ilmu Pengetahuan : Rasionalisme dan Empirisme [H.B.Sutopo]
  7. Pragmatisme dan Realisme Modern [D.Edi Subroto]
  8. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Konteks Masa Kini dan Masa Mendatang
  9. Pengembangan Metode Keilmuan di Perguruan Tinggi dalam kecenderungan IPTEK Dewasa ini [S. Farid Ruskanda]

Selanjutnya dicuplik beberapa tulisan, antara lain tulisan : Jujun. S. Suriasumantri, Koento Wibisono Siswomihardjo dan H.B.Sutopo.
Cuplikan-cuplikan
[Jujun. S. Suriasumantri]
Apakah Ilmu?
Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu, ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancaideranya.
Secara epistemology, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran.

Apakah Kebenaran?
Ilmu, dalam menemukan kebenaran, mensandarkan dirinya kepada beberapa criteria kebenaran, yakni:

  • Koherensi
  • Korespondensi
  • Pragmatisme.

Apa Koherensi?
Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria konsistensi suatu argumentasi
Apa Korespondensi?
Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan obyek yang dikenai pernyataan tersebut.
Apa Pragmatisme?
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kreteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang, dan waktu tertentu.
Apa Metode Ilmiah?
Metode ilmiah merupakan langkah-langkah dalam memproses pengetahuan ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir rasional dan empiris dengan jalan membangun jembatan penghubung yang berupa pengajuan hipotesis.
Apa Hipotesis ?
Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berpikir yang bersifat koheren dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya.
Apa langkah-langkah Metode Ilmiah?
Langkah metode ilmiah adalah langkah yang berporoskan “troika”

  • Penyusunan kerangka berpikir berdasarkan logika deduktif
  • Pengajuan hipotesis sebagai kesimpulan dari kerangka berpikir tersebut
  • Pengujian [verifikasi] hipotesis.
    Berdasarkan troika ini maka metode ilmiah dikenal sebagai proses:

“Logiko-Hipotetiko-Verifikatif atau Dedukto-hipotetiko-verifikatif”

Bagaimana Proses Kegiatan Ilmiah?
Proses kegiatan ilmiah pada hakikatnya adalah kegiatan berpikir yang bersifat analitis. Logika merupakan alur jalan pikiran yang dilalui dalam kegiatan analisis agar kegiatan berpikir tersebut membuahkan kesimpulan yang sahih. Kegiatan ilmiah pada pokoknya mempergunakan dua jenis logika yakni :

  • Logika deduktif
  • Logika Induktif

Apa Logika Deduktif?
Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum kepada pernyataan yang bersifat khas.
Apa Logika Induktif?
Merupakan cara penalaraan kesimpulan dari penyataan yang bersifat individual [khas] kepada pernyataan yang bersifat umum.

H.B.Sutopo:
Apa Rasionalisme ?
Faham rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal [ratio]. Kebenaran dan kesesatan pada dasarnya terletak di dalam gagasan manusia, bukan di dalam diri barang sesuatu. Kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja. Pengalaman tidak dingkari, tetapi ia hanya sebagai perangsang pikiran. Seorang-orang bernama Descartes merupakan bapak rasionalisme yang berusaha menemukan kebenaran [pengetahuan] dengan menggunakan metode berpikir deduktif.
Seorang pengikut rasionalisme menggunakan pikir untuk memperoleh kebenaran-kebenaran yang harus dikenalnya, bahkan sebelum adanya pengalaman.
Apakah Empirisme?
Paham ini mementingkan pengalaman indera. Pengetahuan diperoleh lewat pengalaman indera. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari penginderaan serta refleksinya. Akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil pengeinderan kita.
Jhon Locke adalah seorang-orang tokoh empirisme dengan teorinya yang kerap disebut dengan “tabula-rasa”.
Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkret dan diungkap lewat penginderaan gejala bila ditelaah lanjut akan menghasilkan pola yang teratur mengenai kejadian tertentu. Dengan mengumpulkan pengalaman, kita akan bisa melihat kesamaan dan perbedaan gejala yang ada, yang selanjutnya menjadi pengetahuan.
Bagaimana kata akhir pertentangan antara Rasionalisme dengan Empirisme?
Perang pikir antara Empirisme dan Rasionalisme, ternyata dipadamkan oleh faham “fenomenalisme” ajaran Immanuel Kant [1724-18-04]. Oleh karenanya ia dianggap mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur “apriori” dalam pengenalan, terlepas dari segala pengalaman. Empirisme menekankan unsur-unsur “Aposteriori”, yang berarti unsur yang berasal dari pengalaman.
Menurut Kant keduanya berat sebelah. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan paduan atau sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur aposteriori. Dari sintesis tersebut dapat dirumuskan beragam yang lengkap baik secara empiris maupun dilandasi penalaran yang logis dan dapat lebih jelas dirumuskan kaitan [sebab-akibat] dari suatu gejala yang terjadi di alam ini.

Koento Wibisono Siswomihardjo
Merujuk buah pikir Van Peursen:
Menghadapi perkembangan pemikiran umat manusia dewasa ini, ternyata dapat diskemakan dengan tiga tahapan pemikiran yakni :

  • Mistis
  • Ontologis
  • Fungsional

Apa tahapan pemikiran Mistis?
Dalam tahapan ini kebenaran atau kenyataan adalah sesuatu yang “given”, mistis, dan tidak perlu ditanyakan
Apa tahapan pemikiran Ontologis?
Pada tahapan ini manusia dan masyarakat mendambakan kebenaran substansial
Apa tahapan pemikiran Fungsional?
Pada tahapan ini kebenaran dan kenyataan diletakkan pada fungsi atau relasi kemanfaatannya.
Aktualisasi ketika dinamika perkembangan manusia, dalam bidang keilmuan:
Orang mulai mempertanyakan”apa hakikat ilmu pengetahuan” itu, yang jawabnya tidak semudah sebagaimana diperkirakan. Implikasi dari perkembangan manusia membuahkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, cabang ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain. Garis demarkasi antara ilmu-ilmu murni dan ilmu-ilmu terapan menjadi kabur;
Kedua, dengan semakin kaburnya garis demarkasi itu, timbullah persoalan mengenai sejauh mana nilai-nilai etik dan moral dapat intervensi dalam kegiatan ilmiah.
Ketiga dengan kehadiran teknologi yang mendominasi kehidupan manusia di segala bidang, timbul pertanyaan filsafati apakah dengan dominasi ilmu pengetahuan itu kehidupan menjadi maju atau justru sebaliknya. Itulah sebabnya filsafat menjadi actual, khususnya filsafat ilmu yang kita butuhkan dari interdependensi antar cabang ilmu yang satu dengan cabang ilmu yang lain, juga dengan filsafat sendiri.
Apa Filsafat ilmu?
Filsafat ilmu [Philosophy Of Science, Wissenchaftlehere, Wetenschapleer] merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah ‘a higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagaimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, obyek kedua cabang filsafat ini disana sini berhimpitan, namun berbeda salam aspek pembahasannya.
Strategi Pengembangan Ilmu.
Berbicara tentang strategi pengembangan ilmu, dewasa ini terdapat tiga macam pendapat:
Pertama, ilmu berkembang dalam otonomi tertutup, dalam hal ini pengaruh konteks dibatasi, bahkan disingkirkan.
Kedua, ilmu harus lebur dalam konteksnya, tidak hanya merupakan refleksi, melainkan juga memberikan alasan pembenaran konteksnya.
Ketiga, ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan bagi timbulnya gagasan-gagasan baru yang actual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan sesuai dengan waktu dan keadaan.
Wusana kata.
Filsafat ilmu bukanlah sekedar metodologi ataupun tata cara penulisan karya ilmiah. Filsafat ilmu merupakan refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak akan mengenal titik henti dalam menuju sasaran yang akan dicapai., yaitu kebenaran dan kenyataan.
Memahmi filsafat ilmu berarti memahami seluk beluk ilmu pengetahuan sehingga segi-segi dan sendi-sendinya yang paling mendasar, untuk dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar [cabang] ilmu yang satu dengan yang lain.
Filsafat ilmu perlu disebarluaskan untuk dikuasai oleh para tenaga pengajar dan peneliti, agar memungkinkan mereka untuk mensublimasikan disiplin ilmu yang ditekuninya ke dataran filsafati sehinga sanggup memikirkan spekulasi-spekulasi yang terdalam untuk menciptakan paradigma-paradigma baru yang relevan dengan budaya masyarakat bangsanya sendiri.

CATATAN RINGAN FILSAFAT ILMU


CARING

[Catatan Ringan]
Sumber : FILSAFAT ILMU [Drs. Rizal Mustansir M.Hum + Drs. Misnal Munir M.Hum]

Pengertian Filsafat :
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Philosophia”, Philos aratinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Shopia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.
Definisi Filsafat:[berdasarkan watak dan fungsinya]


  1. Sekumpulan sikap kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis
  2. Suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi
  3. Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam
  4. Analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentrisme
  5. Sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Ciri berfikir kefilsafatan:



  1. Radikal: artinya sampai keakar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan
  2. Universal: artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.
  3. Konseptual;p artinya merupakan hasil generalisasi dan abstarksi pengalaman manusia. Misalnya: apakah kebebasan itu ?
  4. Koheren dan Konsisten [runtut]: Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
  5. Sitematik: artinya pendapat merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
  6. Komprehensif; artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan
  7. Bebas : artinya samapai batas-batas yang luas, pemikiran kefilsafatan boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, histories, cultural, bahkan religius.
  8. Bertanggungjawab : artinya seorang orang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

Delapan hal penting yang mempengaruhi struktur pikiran manusia, yaitu:
1. Mengamati [observes]
2. Menyelidiki [inquires]
3. Percaya [believes]
4. Hasrta [desires]
5. Maksud [intends]
6. Mengatur [organizes]
7. Menyesuaikan [adapts]
8. Menikmati [enjoys]

Ciri Pengenal Pengetahuan ilmiah

  1. Berlaku Umum: artinya jawaban atas pertanyaan apakah sesuatu ahal itu layak atau tidak layak, tergantung pada factor-faktor subyektif
  2. Mempunyai kedudukan mandiri [otonomi]: artinya meskipun factor-faktor di luar ilmu juga ikut berpengaruh, tetapi harus diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara mandiri
  3. Mempunyai dasar pembenaran: artinya cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian yang sebesar mungkin
  4. Sistematik : artinya ada system dalam susunan pengetahuan dan dalam cara memperolehnya
  5. Intersubyektif: artinya kepastian pengetahuan ilmiah tidaklah didasarkan atas institusi-institusi serta pemahaman-pemahaman secara subyektif, melainkan dijamin oleh sistemnya sendiri.

Prasyarat yang harus dimiliki seorang ilmuwan:

  1. Prosedur ilmiah yang harus ditempuh agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para ilmuwab lainnya
  2. Metode ilmiah yang harus dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil temuan ilmiah itu bisa diterima oleh para ilmuwan, terutama bidang ilmu sejenis.
  3. diakui secara akademis karena gelar atau pendidikan formal yang ditempuhnya.
    Ilmuwan yang baik juga harus mempunyai rasa ingin tahu [curiosity]

Pengertian Filsafat Ilmu:

  1. Robert Ackermann: Filsafat Ilmu adalah sebuah tinjaun kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan
  2. Lewis White Beck: Filsafat Ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikian ilmiah, sera mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan
  3. Cormnelius Benyamin : Filsafat Ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan praangapan-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual
  4. May Brodbeck: Filsafat Ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

Tujuan Filsafat Ilmu :

  • Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang-orang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmu yang digelutinya, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistic. Solipsistik adalah pola sikap yang mengganggap dirinya paling benar
  • Usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metiode keilmuan.
  • Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Oleh karenannya setiap metode keilmuan yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan

Implikasi:

  • Bagi seorang-orang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu. Baik ilmu alam maupun ilmu sosial, sehingga antar ilmu dapat saling menyapa.
  • Menyadarkan seorang-orang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara-gading”. Yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengkaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya.


DETAIL BUKU:
JUDUL : Filsafat Ilmu
PENGARANG : Ds. Rizal Mustansyir M.Hum + Drs. Misnal Munir M.Hum
PENERBIT : Pustaka Pelajar Jl. Celeban Timur UH III/548 Tyogyakarta 55167 Telp [0274] 381542. E-mail : pustaka@yogya.wasantara.net.id
CETAKAN : I Maret 2001
ISBN : 979-9289-48-3
JUMLAH HALAMAN:180

HUBUNGAN TEORI & FAKTA

HUBUNGAN TEORI & FAKTA
[Sarana berpikir ilmiah]
Pemahaman teori & Pemahaman fakta

TEORI:

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala social maupun natura yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Menurut Kerlinger [1973] teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni :


  1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak [construct] yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
  2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
  3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.

Teori sebagai alat ilmu

Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu [tool of science], sedangkan perannya meliputi :

  1. Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
  2. Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disistematisasi, diklasifikasi dan dihubung-hubungkan.
  3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan system generalisasi
  4. Teori memberikan prediksi terhadap faktaTeori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita

Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.

HUBUNGAN FAKTA & TEORI

Hubungan fakta dan teori dapat divisualisasikan sebagai berikut :


ü Teori memprediksi fakta :

Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas maka dapat dibuat prediksi [ramalan] terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata lain bahwa sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan fenomena-fenomena sekarang/saat ini.


ü Teori memperkecil jangkauan:

Fungsi utama dari teori adalah memberikan batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan [range] dari fakta yang sedang dipelajari. Dalam dunia empiri banyak fenomena yang dapat dijadikan bahan pencermatan namun untuk pendalaman dan penajaman tertentu diperlukan batasan, sehingga teori berperan membatasi dalam lingkup [aspek] tertentu.


ü Teori meringkas fakta :

Teori melakukan perannya meringkas hasil penelitian. Melalui sebuah teori generalisasi terhadap hasil penelitian mudah dilakukan. Teori dengan mudah memberikan kemampuannya dalam memandu generalisasi-generalaisasi, bahkan teori mampu meringkas hubungan antar generalisasi.


ü Teori memperjelas celah kosong:

Dengan kemampuannya meringkas fakta – fakta saat ini dan melakukan prediksi, maka teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas kawasan mana yang belum dijangkau ilmu pengetahuan.

ü Fakta memprakarsai teori :

Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.

ü Fakta memformulasikan kembali teori yang ada.

Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.

ü Fakta dapat menolak teori :
Jika banyak diperoleh fakta yang menujukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan maka fakta berhak menolak teori tersebut.


ü Fakta memberi jalan mengubah teori :
Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru.


SIMPULAN

q Teori meningkatkaan keberhasilan penelitian karena teoridapat menghubungkan penemuan penemuan yang nampaknya berbeda-beda ke dalam suatu keseluruhan serta memperjelas proses-proses yang terjadi didalamnya.

q Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan –hubungan yang diamati dalam suatu penelitian.
RUJUKAN YANG DIGUNAKAN

  1. Burhanuddin Salam [1993] Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi ] : Penerbit Reneka Cipta Jakarta 36-48
  2. Moh. Nazir [1985] Metodologi Penelitian : Penerbit PT Galia Indonesia Jakarta 9-25
  3. Sonny Keraf [2001] Ilmu Pengetahuan [Sebuah tinjauan Filosofis] : Penerbit Kanisius Yogyakarta Bab VIII 118 -130

ANDA DAPAT DOWNLOAD POWERPOINT "PERANAN TEORI DALAM PENELITIAN"

PENEMUAN KEBENARAN






PENEMUAN KEBENARAN
[Sarana berpikir ilmiah]
Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah



Pengantar
[Metodologi Ilmiah Dalam Proses Berpikir]
Cara mencari kebenaran yang dapat dipandang sebagai ilmiah manakala dilakukan melalui penelitian. Penelitian dan proses berpikir adalah dua sisi yang saling mengisi bagi dari segi proses maupun tujuannya . Ditinjau dari sisi proses penelitian dan berpikir harus dilakukan secara sistematik dan didukung oleh bukti-bukti; dan dilihat dari sisi produk, penelitian dan berpikir ditujukan untuk menemukan kebenaran, menelorkan teori atau melahirkan hipotesis. Seperti halnya yang diungkapkan F.I Withney [1960] bahwa penelitian merupakan suatu metode berpikir kritis yang diawali dengan munculnya “rasa sulit” dan diakhiri dengan kesimpulan atau masalah baru.
Penelitian adalah penyelidikan yang dilakukan dengan pencermatan secara kritis dan sistematik untuk menemukan fakta-fakta dari gejala hubungan antar gejala tertentu.
Dalam proses penelitian selalu terjadi kombinasi antara fakta hasil pengamatan dan penalaran [Ostle, 1964]. Dengan demikian dapat memberikan makna terhadap fakta yang diperoleh melalaui observasi atyau fakta yang diobservasi, diperlukan daya dukung penalaran atau kemampuan berpikir. Berpikir pada hakikatnya merupakan kapasitas berimprovisasi atau kemampuan merefleksi aneka fakta yang dibangun dari satu atau dari beberapa gejala. Seorang-orang bernama John Dewey [1933] proses berpikir divisualisikan sebagai berikut:




METODE ILMIAH :
Motode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis.
Oleh karenanya idealitas dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian systematis.
Menurut Almack [1939] metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedanghkan Oltle [1075] menyatakan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh interelasi.
Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai criteria serta langkah tertentu dalam bekerja. Berikut Visualisasi langkah-langkah metode ilmiah.


METODOLOGI ILMIAH DAN REALITAS ALAM
Manusia dalam berbagai situasi terdapat kesamaan dengan hewan, yang membedakannya adalah kemampuan yang dimiliki [Capability] menalar dan rasa ingin tahu [curiosity].
Rasa ingin tahu manusia mengantarkan manusia merekayasa dirinya melalui penemuan-penemuan baru yang diawali dari penemuan yang sifatnya “asal-asalan” - [non scientific seperti diungkap pada pertemuan III] hingga pada penemuan ilmiah [scientific finding] yang memiliki aplikasi praktis taraf tinggi. Melalui rasa ingin tahunya maka setiap penemuan selalu diiringi dengan keinginan mencari penemuan baru lagi, dan demikian seterusnya.
Motivasi kuat untuk tumbuh dan berkembang secara intelektual-ilmiah tersebut ditopang oleh realitas yang ada pada alam, serta beberapa hal yang ada dibalik reaslitas fakta atau fakta–fakta alam tersebut. Alam yang dijadikan titik tolak pencermatan akhirnya membuah kepiawaian manusia sebagai insan yang memiliki sarana pikir, serta secara terus menurus berpikir.
Realitas alam inilah yang mendidik manusia untuk menemukan gejala, ataupun misteri-misteri lainya. Dengan kehandalan pikirnya maka terbentuk kemampuan melaksanakan telaah secara sistematik yang disebut dengan metodologi ilmiah.


PENEMUAN KEBENARAN MELALUI PENELITIAN ILMIAH
Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada diri manusia. Untuk sampai pada penyaluran yang tinggi tarafnya disertai oleh keyakinan-keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa suatu gejala yang nampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah.
Penelitian merupakan suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan istematis untuk memperoleh jawaban terhadap sejumlah pertanyaan.
Pada setiap penelitian ilmiah melekat cirri-ciri universal seperti :
  1. Pelaksanaan dan proses yang serba metodis

  2. Mencapai suatu totalitas yang logis dan koheren

  3. Memiliki nilai obyektivitas yang tinggi.


PENELITIAN HARUS OBYEKTIF:
Setiap penelitian ilmiah harus obyektif, artinya terpimpin oleh obyek dan tidak mengalami distorsi karana adanya prejudice [prasangka]. Agar penelitrian dapat mewujudkan tingkat obyektivitasnya maka tuntutan intrasubyektivitas perlu dipenuhi. Penelitian harus diverivikasi secara ilmiah dan mampu/handal diverifikasi oleh semua peneliti yang relevan, Atau dapat disirtilahkan bahwa prosedur ilmiah yang dilakukan harus terbuka untuk diperiksa oleh ilmuwan lain. Titik tolak inilah yang mendorong penelitian iliah memiliki keharusan untuk

PENGGUNAAN BAHASA DALAM PENELITIAN ILMIAH.
Penelitian ilmiah sangat diharapkan menggunakan bahasa yang komunikatif yang dapat dimengerti oleh siapa saja yang ingin mengetahui hasil penelitian, tetapi memang ada pula penelitian yang menggunkan bahasa khusus atau artifisisal yang hanya dimengerti oleh beberapa ahli tertentu.

PENELITIAN ILMIAH DISEBUT PULA DENGAN ISTILAH PROGRESIVITAS:
Maksud progresivitas adalah gambaran suatu jawaban ilmiah yang benar-benar memiliki sifat ilmiah karena jawaban yang diberikan tersebut mengandung sebuah masalah-masalah yang baru [Novelty]. Istilah yang erat kaitannya dengan sifat progresivitas adalah sikap kritis yang diberikan oleh setiap penelitian ilmiah.


PENELITIAN ILMIAH HARUS BERMUATAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP MANUSIA:
Pada era global atau era yang sarwa modern ini hasil-hasil penelitian diharapkan mempunyai kontribusi pada apeningkatan taraf hidup manusia, oleh karenanya meruipakan kewajiban bahwa penelitian ilmiah harus menempatkan “Axiologi” sebagai tujuannya.

PENELITIAN ILMIAH DAN KARAKTERNYA:
Meskipun telah disebutkan sejumlah ciri umum ilmu sebagai karakter ilmu, ternyata masih diperlukan pula pemahaman terhadap nuansa yang terdapat diantara ilmu alam [natural science] dengan ilmu-ilmu yang bersifat hermeneutic.




RUJUKAN YANG DIGUNAKAN:

  1. Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 91:99
  2. Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah [enurut Karl. R. Popper] : Penerbit PT Gramedia Jakarta Bab III 67:89
  3. Amsal Bakhtiar [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada Jakartaà Bab III 85 : 1224
  4. Jujun Suriamantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu]: Yayasan Obor Indonesia Jakarta Bab IV 61:70


PENDEKATAN AWAL FILSAFAT ILMU PENGATAHUAN


PENDEKATAN AWAL FILSAFAT ILMU PENGATAHUAN
1Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan
1Dasar Ontologi keilmuan
1Metodologi keilmuan

Pengantar:
Istilah ilmu sudah sangat populer, tetapi seringkali banyak orang memberikan gambaran yang tidak tepat mengenai hakikat ilmu. Terlebih lagi bila pengertian ini dikaitkan dengan berbagai aspek dalam suatu kegiatan keilmuan misalnya matematika, logika, penelitian dan sebagainya.
Apakah bedanya ilmu pengetahuan [science] dengan pengetahuan [knowledge] ? Apakah karakter ilmu ? apakah keguanaan ilmu ? Apakah perbedaan ilmu alam dengan ilmu sosial ? apakah peranan logika ? Dimanakah letak pentingnya penelitian ? apakah yang disebut metode penelitian? Apakah fungsi bahasa ? Apakah hubungan etika dengan ilmu.

Manusia berfikir karena sedang menghadapi masalah, masalah inilah yang menyebabkan manusia memusatkan perhatian dan tenggelam dalam berpikir untuk dapat menjawab dan mengatasi masalah tersebut, dari masalah yang paling sumir/ringan hingga masalah yang sangat "Sophisticated"/sangat muskil.
Kegiatan berpikir manusia pada dasarnya merupakan serangkaian gerak pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan [knowledge]. Manusia dalam berpikir mempergunakan lambang yang merupakan abstraksi dari obyek. Lambang-lambang yang dimaksud adalah "Bahasa" dan "Matematika"

Meskipun kelihatannya nampak betapa banyaknya serta aneka ragamnya buah pemikiran itu namun pada hakikatnya upaya manusia untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok yakni :

ONTOLOGI :

Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu? atau dengan perkataan lain, apakah yang menjadi bidang telah ilmu

Suatu pertanyaan:

  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ?
  • Bagaiman wujud yang hakiki dari obyek tersebut ?
  • Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia [seperti berpikir, merasa dan mengindera] yang membuahkan pengetahuan.
    [Inilah yang melandasi ONTOLOGI]

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran orang Barat sudah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontology. Pada dasarnya tidak ada pilihan bagi setiap orang pemilihan antara “kenampakan”[appearance] dan “kenyataan”[reality]. Ontologi menggambarkan istilah-istilah seperti: “yang ada”[being], ”kenyataan” [reality], “eksistensi”[existence], ”perubahan” [change], “tunggal” [one] dan “jamak”[many].
Ontologi merupakan ilmu hakikat, dan yang dimasalahkan oleh ontology adalah:

Apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada”rahasia alam” dibalik realitas itu?

Ontologi membahas bidang kajian ilmu atau obyek ilmu. Penentuan obyek ilmu diawali dari subyeknya. Yang dimaksud dengan subyek adalah pelaku ilmu. Subyek dari ilmu adalah manusia; bagian manusia paling berperan adalah daya pikirnya.

DASAR ONTOLOGI ILMU

Apakah yang ingin diketahui ilmu atau apakah yang menjadi bidang telaah ilmu? Ilmu membatasi diri hanya pada kejadian yang bersifat empiris, mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh pancaindera manusia atau yang dapat dialami langsung oleh manusia dengan mempergunakan pancainderanya. Ruang lingkup kemampuan pancaindera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu pancaindera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris. Dengan demikian obyek ilmu adalah dunia pengalaman indrawi. Ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.

Pengetahuan keilmuan mengenai obyek empiris ini pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan. Penyederhanaan ini perlu sebab kejadian alam sesungguhnya sangat kompleks. Ilmu tidak bermaksud "memotret" atau "mereproduksi" suatu kejadian tertentu dan mengabstaraksikannya kedalam bahasa keilmuan. Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa hal itu terjadi, dengan membatasi diri pada hal-hal yang asasi. Atau dengan perkataan lain, proses keilmuan bertujuan untuk memeras hakikat empiris tertentu, menjangkau lebih jauh dibalik kenyatan-kenyataan yang diamatinya yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat diperkirakan melalui kenyataan-kenyataan iru. Disinilah manusia melakukan transendensi terhadap realitas.

Untuk mendapatkan pengetahuan ini ilmu membuat beberapa andaian [asumsi] mengenai obyek-obyek empiris. Asumsi ini perlu, sebab pernyataan asumstif inilah yang memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.


ASUMSI EMPIRIS :

Ilmu memiliki tiga asumsi mengenai obyek empirisnya :

  1. Asumsi pertama : Asumsi ini menganggap bahwa obyek-obyek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain misalnya dalam hal bentuk struktur, sifat dsb. Klasifikasi [taksonomi] merupakan pendekatan keilmuan pertama terhadap obyek.
  2. Asumsi kedua: asumsi ini menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu (tidak absolut tapi relatif ). Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu obyek dalam keadaan tertentu. Ilmu hanya menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian memungkinkan kita untuk melakukan pendekatan keilmuan terhadap obyek yang sedang diselidiki.
  3. Asumsi ketiga : Asumsi ini menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan/sekuensial kejadian yang sama. Misalnya langit ,mendung maka turunlah hujan. Hubungan sebab akibat dalam ilmu tidak bersifat mutlak. Ilmu hanya mengemukakan bahwa "X" mempunyai kemungkinan[peluang] yang besar mengakibatkan terjadinya "Y". Determinisme dalam pengertian ilmu mempunyai konotasi yang bersifat peluang [probabilistik]. Statistika adalah teori peluang.

EPISTEMOLOGI

Epistemologi mempermasalahkan kemungkinan mendasar mengenai pengetahuan [very possibility of knowledge].
Pada perkembangannya epistemology menampakkan jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme, walaupun sebenarnya terdapat kecenderungan beriringan.
Landasan epistemology tercermin secara operasional dalam metode ilmiah . Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuan berdasarkan :

  1. kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun;
  2. menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka tersebut dan melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud dengan menguji kebenaran pernyataan secara factual.

Metode ilmiah dikenal dengan :

Logico-hypothetico-verificative atau deducto--hypothetico-verificative

Suatu pertanyaan:

  1. Bagaiman proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ?
  2. Bagaimana prosedurnya ?
  3. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ?
  4. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?
  5. Apakah kriterianya ?
  6. Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?
    Inilah Kajian epistemology

DASAR EPISTEMOLOGI ILMU

Epistemologi atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha kita memperoleh pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Ilmu lebih bersifat kegiatan dinamis tidak statis. Setiap kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun selama hal itu terbatas pada obyek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode keilmuan, adalah sah disebut keilmuan.
Hakikat keilmuan tidak berhubungan dengan "titel" atau "gelar akademik", profesi atau kedudukan, hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut persyaratan keilmuan.

AKSIOLOGI

Permasalahan aksiologi meliputi [1] sifat nilai, [2] tipe nilai, [3] criteria nilai, [4] status metafisika nilai.
Pada adasarnya ilmu harus digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup manusia dengan menitik beratkan pada kodrat dan martabat.
Untuk kepentingan manusia maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh disusun dipergunakan secara komunal dan universal.

Suatu pertanyaan:

  1. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ? bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral ?
  2. Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
  3. Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?

METODE KEILMUAN

Gabungan antara pendekatan rasional dan cara empiris dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan empirisme kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran.
Salah satu aspek metode keilmuan adalah menyusun konsep penjelasan atau berpikir secara teoritis. Pemikiran teoritis ini bersifat deduktif dan pada dasarnya suatu proses berpikir logis dan sistematis, maka disinilah logika memegang peranan yang penting. Kita melihat kegunaan logika dan matematika dalam proses berpikir deduktif untuk menurunkan ramalan atau hipotesis kemudian mengujinya Secara empiris dengan pertolongan metode keilmuan yakni penelitian dikembangkan diatas asas-asas statistika, agar kesimpulan yang ditarik dapat dipertanggung jawabkan secara keimluan.
Dunia rasional adalah koheren, logis dan sistematis, dengan logika deduktif sebagai sendi pengikatnya (abstraksi), Dipihak lain terdapat dunia empiris yang obyektif dan berorientasi kepada fakta sebagaimana adanya.
Simpulan umum yang ditarik dari dunia empiris secara induktif merupakan batu ujian kenyataan dalam menerima atau menolak suatu kebenaran. Ia merupakan wasit dalam "gimnastik" berpikir itu [ilmu dimulai dengan fakta dan diakhir dengan fakta apapun teori yang disusun diantara mereka] ---Albert einstein.
Kebenaran ilmu bukan saja merupakan kesimpulan rasional yang koheren dan logis dengan sistem pengetahuan yang berlaku, tetapi juga harus sesuai dengan kenyataan yang ada.
Tesis pokok bahwa metode keilmuan pada hakikatnya merupakan hasil perkembangan dari metode rasionalisme dan empirisme.

RUJUKAN YANG DIGUNAKAN:

  1. Ahmad Tafsir [2004] Filsafat Ilmu [mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengaetahun] : PT Remaja Rosda Karya Jakarta: 27-45
  2. Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta : 13:52
  3. Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah[menurut Karl. R. Popper] : Penerbit PT Gramedia Jakarta : Bab V 107:151
  4. Amsal Bakhtiar [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada Jakartaà Bab IV 131:164
  5. Jujun Suriamantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu] : Yayasan Obor Indonesia Jakarta : Bab I 1:40
  6. --------------------- [2004] Filsafat Ilmu [Sebuah Pengantar Populer] : Yayasan Sinar Harapan Jakarta Bab III 63:91, Bab 101:141 ---------------------[2004] Ilmu Dalam Perpektif M

FILSAFAT, ILMU, DAN FILSAFAT ILMU

FILSAFAT, ILMU, DAN FILSAFAT ILMU
[Sebuah terminologi]
=Filsafat dan Ilmu= Filsafat Ilmu Sistematika= Filsafat iImu


Istilah filsafat atau falsafah memiliki banyak arti. Menurut Socrates, filsafat merupakan cara berpikir secara radikal dan menyeluruh [holistic] atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Filsafat dalam peranya tidak bertugas menjawab pertanyaan yang muncul dalam kehidupan, namun justru mempersoalkan jawaban yang diberikan. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa berfilsafat adalah berpikir radikal (hingga sampai ke-akarnya], menyeluruh dan mendasar.
Wiil Durant adalah seorang-orang yang menggambarkan filsafat sebagai pasukan marinir yang sedang merebut sebuah pantai. Setelah pantai berhasil dikuasai, pasukan infanteri dipersilahkan mendarat. Pasukan infanteri adalah merupakan, “pengetahuan “ yang diantaranya “ilmu”.
Dari realita itulah nampak bahwa ilmu berasal dari filsafat, perkembagan ilmu senantiasa dirintis oleh filsafat. Oleh karena itu untuk memahami ilmu terlebih dahulu harus memahami filsafat.
Filsafat mendorong orang untuk mengetahui apa yang sudah diketahui dan apa yang belum diketahui.
Dinyatakan pula oleh Wiil Durant bahwa filsafat pada awalnya memiliki dua cabang, yakni :



  • filsafat alami [natural philosophy]


  • filsafat moral [moral philosophy]

Filsafat alami berkembang menjadi ilmu-ilmu alam sedangkan filsafat moral berkembang menjadi ilmu-ilmu sosial.
Hal-hal yang menjadi kajian filsafat adalah :



  1. Logika
    Logika adalah kajian yang mencari mana yang benar dan yang salah
  2. Etika
    Etika adalah kajian yang mencari mana yang baik dan yang tidak baik
  3. Estetika
    Estetika adalah kajian untuk menentukan mana yang indah dan mana yang tidak indah
  4. Metafisika
    Metafisika adalah kajian yang termasuk ke dalam teori tentang ada atau tentang tidak ada, hakikat keberadaan suatu zat, hakikat pikiran, dan kaitan antara pikiran dan zat.
  5. Politik
    Politik adalah kajian mengenai organisasi pemerintahan yang ideal.

Simpulan singkat yang kita peroleh adalah :

  • Filsafat bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif, sedangkan cakupan filsafat hanyalah hal-hal yang bersifat umum.
  • Ilmu memiliki cakupan yang lebih sempit dari filsafat, namun memiliki kedalam dan lebih tuntas. Ilmu mengalami perkembangan, yakni perkembangan tahapan awal dan tahapan akhir. Pada tahapan awal ilmu masih menggunakan norma filsafat sebagai dasarnya dan metode yang digunakan adalah metode normatif dan deduktif. Tahapan berikutnya ilmu menggunakan temuan-temuan sebagai dasarnya dan menyatakan dirinya sebagai sesuatu yang otonom/lepas dari filsafat, dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.

FILSAFAT ILMU

Yang dimaksud dengan filsafat ilmu adalah studi sistematik mengenai sifat hakikat ilmu, khususnya yang berkenaan dengan metodenya dan kedudukannya di dalam skema umum disiplin ilmu.
Untuk mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapatlah dicermati rangkuman ranah telaah yang tercakup dalam filsafat ilmu, seperti berikut :


  • Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap symbol-symbol yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang system symbol yang digunakan. Telaah kritis diarahkan untuk mengkaji ilmu empirik dan juga ilmu rasional, juga untuk membahas studi-studi bidang etika dan estetika, studi sejarah, antropologi, geologi dll.

  • Metode yang diangkat biasanya dinyatakan dengan istilah induktif, deduktif, hipotesis, data, penemuan dan verifikasi. Selanjutnya secara mendalam dinyatakan dengan istilah ekperimentasi, pengukuran, klasifikasi, dan idealisasi.

  • Filsafat ilmu adalah suatu upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep dan upaya membuka tabir dasar-dasar empiris (ke-empirisan) dan dasar-dasar rasional (ke-rasionalan). Aspek filsafat sangat erat hubungannya dengan hal ihwal yang logis dan etimologis. Sehingga peran yang dilakukan adalah ganda. Pada sisi pertama filsafat ilmu mencakup analisis kritis terhadap “anggapan dasar”, seperti waktu, ruang, jumlah /kuantitas, mutu/kualitas dan hukum. Sisi lain filsafat ilmu menelaah keyakinan menganai penalaran proses-proses alami.

  • Filsafat ilmu merupakan studi gabungan yang terdiri dari beberapa kajian, yang diajukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu. Juga berperan untuk menganalisis hubungan atau antar hubungan yang ada pada kajian satu terhadap kajian yang lain.

BEBERAPA TERMINOLOGI FILSAFAT ILMU:

  1. Menurut Robert Ackermann :
    Sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang membandingkan dengan pendapat terdahulu yang telah dibuktikan
  2. Lewis White Beck:Mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan
  3. Cornelius Benyamin
    Cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, praanggapan-praanggapannya , serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang intelektual
  4. May Brobeck :
    Sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukiasan , dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

TUJUAN FILSAFAT ILMU

  • Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah
  • Usaha merefleksi , menguji, menkritik asumsi dan metode keilmuan
  • Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Karena setiap metode ilmiah keilmuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan rasional.

MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN:

  1. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai ontologis. Melalui paradigma ontologism diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme ilmu pengetahuan.

  2. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan pertindustrian dalam batasan nilai epistemologis. Melalaui paradigma epistemologis diharapkan akan mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah

  3. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasan axiology. Melalui paradigma axiologis diharapkan dapat menumbuhkembangkan nilai-nilai etis, serta mendorong perilaku adil dan membentuk moral tanggung jawab. Ilmu pengetahuan dan teknologi dipertanggung jawabkan bukan unntuk kepentungan manusia, namun juga untuk kepentingan obyek alam sebagai sumber kehidupan

  4. Menyadarkan seorang-orang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengkaitkan dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Kenyataan sesungguhnya bahwa setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial kemasyarakatan

CATATAN PERIHAL ILMU PENGETAHUAN



  1. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi
  2. Ilmu dankebenaran ibarat dua sisi dari sekeping mata uang [two sides of some coin]. Dengan kata lain, “ if one were to speak about truth or reality one has to investigate how to know what reality is”
  3. Netralitas ilmu: Ilmu itu sendiri bersifat netral tidak mengenal baik atau buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang mempunyai sikap.
  4. Ilmu pengetahuan pada dasarnya lahir dan berkembang sebagai konsekuensi dari usaha-usaha manusia baik untuk memahami realitas kehidupan dan alam semesta maupun untuk menyelesaikan permasalahan hidup yang dihadapi, serta mengembangkan dan melestarikan hasil-hasil yang dicapai manusia sebelumnya.
  5. Dikatakan oleh Einstein, “bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta apapun juga teori yang disusun diantara mereka”

TEORI KEBENARAN


TEORI KEBENARAN
=Teori Korespondensi =Teori Koherensi =Teori Pragmatis
Banyak mencuplik buah pikiran “Endang Safiudin”
dalam bukunya : Ilmu, Filsafat dan Agama : PT Bina Ilmu


Pengantar


Apakah kebenaran itu, suatu pertanyaan yang sangat menukiki bila kita sedang mendebatkan masalah. Apakah itu masalah ekonomi hingga politik yang rumit.
Kebenaran acapkali diperdebatkan, namun makna sebenarnya acapkali ditinggal.
“Jika anak kecil digigit anjing maka yang benar anak tersebut harus berganti menggigit anjing”, apakah ini juga suatu kebenaran ??


TEORI KORESPONDENSI TENTANG KEBENARAN
Teori yang pertama ialah teori korespondensi [Correspondence Theory of Truth], yang kadang kala disebut The accordance Theory of Truth. Menurut teori ini dinyatakan bahwa, kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian [correspondence] antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh terjadi merupakan kenyataan atau faktanya.

a proposition (or meaning) is true if there is a fact to which it corresponds, if it expresses what is the case

[Suatu proposisi atau pengertian adalah benar jika terdapat suatu fakta yang selaras dengan kenyataannya, atau jika ia menyatakan apa adanya].

"Truth is that which conforms to fact; which agrees with reality; which corresponds to the actual situation."

[Kebenaran adalah yang bersesuaian dengan fakta, yang beralasan dengan realitas, yang serasi (corresponds) dengan situasi actual].

Truth is that which to fact or agrees with actual situation. Truth is the agreement between the statement of fact and actual fact, or between the judgment and the environmental situation of which the judgment claims to be an interpretation."

[Kebenaran ialah suatu yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi aktual. Kebenaran ialah persesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (Judgment) dengan situasi seputar (Enviromental situation) yang diberinya intepretasi.

if a judgment corresponds with the facts, it is the true; if not, it is false."

[Jika suatu putusan sesuai dengan fakta, maka dapat dikatakan benar ; Jika tidak maka dapat dikatakan salah].

Teori korespondensi ini sering dianut oleh realisme/empirisme.
K. Rogers, adalah seorang orang penganut realisme kritis Amerika, yang berpendapat bahwa : keadaan benar ini terletak dalam kesesuaian antara "esensi atau arti yang kita berikan" dengan "esensi yang terdapat didalam obyeknya".

"Epistemological realism.The view that there is an independent reality apart from minds, and we do not change it when we come to experience or to know it; sometimes called objectivism"
[Realisme epistemologis berpandangan, bahwa terdapat realitas yang independence (tidak tergantung), yang terlepas dari pemikiran; dan kita tidak dapat mengubahnya bila kita mengalaminya atau memahami. Itulah sebabnya realisme epitemologis kadangkala disebut obyektivisme]. Dengan perkataan lain: realisme epistemologis atau obyektivisme
berpegang kepada kemandirian sebuah kenyataan tidak tergantung pada yang di luarnya.
Dalam perpustakaan Marxis dapat dibaca :

If our sensations, perception, notions, concepts and theories corresponds to objective reality, if reflect if faithfully, we say that they are true, while true statement, judgment or theories are called the truth.

[Jika sensasi kita, persepsi kita, pemahaman kita, konsep dan teori kita bersesuaian dengan realitas obyektif, dan jika itu semua mencerminkannya dengan cermat, maka kita katakan itu semua benar: pernyataan, putusan dan teori yang benar kita sebut kebenaran].

"Dialectical materialism understands truth as that knowledge of an objective/ with correctly reflect this objectives, i.e. correspond to it"

[Materialisme dialektika memahamkan kebenaran sebagai pengetahuan tentang sesuatu obyek, yang mencerminkan obyek tersebut secara tepat, dengan perkataan lain, bersesuaian dengan obyek yang dimaksud]

"For example, the scientific propositions that "Bodies consists of atoms", that the " Earth prior to man", that "the people are makers of history", etc. are true
"
[misalnya pengertian ilmiah bahwa "tubuh terdiri dari atom-atom"' bahwa "Bumi lebih dahulu ada dari pada manusia", bahwa "rakyat adalah pembuat sejarah", dan lain sebagainya, adalah benar].

In contrast to idealism, dialectical materialism maintains that truth is objective. Since truth reflects the objectively existing word, its content does not depend on man’s consciousness.


Objective truth, LENIN Wrote, is the content of our knowledge, which neither on mans, nor on mankind. The content of truth is fully determined by the objective process it reflects

Berlawanan dengan idealisme, maka meterialisme dialektika mempertahankan bahwa kebenaran adalah obeyektif. Selama kebenaran mencerminkan dunia wujud secara obyektif, maka wujudnya itu tergantung pada kesadaran manusia. Kebenaran obyektif, tulis Lenin, adalah kandungan pengetahuan kita yang tidak tergantung, baik kepada manusia maupun kepada kemanusiaan. Kandungan kebenaran sepenuhnya ditentukan oleh proses abyektif yang tercerminkannya.

LENIN Menulis:

"From live contemplation to abstract thinking and from that to practice, such is the dialectical process of cognizing the truth, of cognizing objective reality.
[Dari renungan yang hidup menuju ke pemikiran yang abstrak, dan dari situ menuju praktek, demikianlah proses dialektis tentang pengenalan atas kebenaran, atas realitas obyektif].
Selajunya kaum marxist mengenal dua macam kebenaran, yaitu (a) kebenaran mutlak dan (b) kebenaran relatif]
"Absolute truth is objective truth in its entirety, an absolutely exact reflection of reality"

[Kebenaran mutlak ialah kebenaran yang selengkapnya obyektif, yaitu suatu pencerminan dari realitas secara pasti mutlak]

" Relative truth is incomplete correspondence of knowledge to reality. Lenin called this truth the relatively true reflection of an object which is independent of man"

[Kebenaran relatif adalah pengetahuan mengenai relaitas yang kesesuaianya tidak lengkap, tidak sempurna. Menurut Lenin, kebenaran relatif adalah pencerminan dari obyek yang relatif benar, yang terbatas dari manusia].

"Every truth is objective truth”
[setiap kebenaran adalah kebenaran yang obyektif].

"Relative truth is imperfect, incomplete truth.

[kebenaran relatif adalah kebenaran yang tidak sempurna, tidak lengkap]


SIMPULAN :
Mengenai Teori Korespondensi tentang kebenaran dapat disimpulkan sebagai berikut :
Kita mengenal dua hal, yaitu : pertama pernyataan dan kedua keyataan. Menurut teori ini kebenartan iaah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu sendiri.
Sebagai contoh dapat dikemukakan : " Surabaya adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Timur sekarang" ini adalah sebuah pernyataan; dan apabila kenyataannya memang Surabaya adalah Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ", pernyataan itu benar, maka pernyataan itu adalah suatu kebenaran.
Rumusan teori korespondensi tentang kebenaran itu bermula dari ARIESTOTELES, dan disebut teori penggambaran yang definisinya berbunyi sebagai berikut :


“VERITAS EST ADAEQUATIO INTELCTUS ET RHEI”
[kebenaran adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan].

TEORI KONSISTENSI TENTANG KEBENARAN

Teori yang kedua adalah Teori Konsistensi.
The Consistence Theory Of Truth, yang sering disebut dengan The coherence Theory Of Truth.

" According to this theory truth is not constituted by the relation between a judgment and something else, a fact or really, but by relations between judgment themselves "


[Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu yang lalu, yakni fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri].
Dengan demikian, kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lainnya yang telah kita ketahui dan akui benarnya terlebih dahulu.
Jadi suatu proposisi itu cenderung untuk benar jika proposisi itu coherent [saling berhubungan] dengan proposisi yang benar, atau jika arti yang terkandung oleh proposisi tersebut koheren dengan pengalaman kita.

" A belief is true not because it agrees with fact but because it agrees, that is to say, harmonizes, with the body knowledge that we presses”


[Suatu kepercayaan adalah benar, bukan karena bersesuaian dengan fakta, melainkan bersesuaian/selaras dengan pengetahuan yang kita miliki]

"It the maintained that when we accept new belief as truths it is on the basis of the manner in witch they cohere with knowledge we already posses”

[Jika kita menerima kepercayan-kepercayaan baru sebagai kebenaran-kebenaran, maka hal itu semata-mata atas dasar kepercayaan itu saling berhubungan [cohere] dengan pengetahuan yang kita miliki]

A judgment is true it if consistent with other judgment that are accepted or know to be true. True judgment is logically coherent with other relevance judgment


[suatu putusan adalah benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan-putusan yang terlebih dahulu kita terima, dan kita ketahui kebenarannya. Putusan yang benar adalah suatu putusan yang saling berhubungan secara logis dengan putusan-putusan lainnya yang relevance]
Jadi menurut teori ini , putusan yangh satu dengan puitusan yang lainnya saling berhubungan dan saling menerangkan satu sama lainnya.

"The truth is systematic coherence
[Kebenaran adalah saling hubungan yang sistematik]

" Truth is consistency”
[kebenaran adalah konsistensi, selaras, kecocokan]
Selanjutnya teori konsistensi/koherensi ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang lebih dahulu kita akui/ terima/ ketahui kebenarannya.
Kedua:
Teori ini dapat juga dinamakan teori justifikasi tentang kebenaran, karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat justifikasi putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah dikatahu kebenarannya.
Misalnya:
Bungkarno, adalah ayahanda Megawati Sukarno Puteri, adalah pernyataan yang kita ketahui, kita terima, dan kita anggap benar.
Jika terdapat penyataan yang koheren dengan pernyataan tersebut diatas, maka pernyataan ini dapat dinyatakan Benar. Kerena koheren dengan pernyataan yang dahulu:
Misalnya.
- Bungkarno memiliki anak bernama Megawati Sukarno Putri
- Anak-anak Bungkarno ada yang bernama Megawati Sukarno Putri
- Megawati Sukarno Putri adalah keturunan Bungkarno
- Dll


TEORI PRAGMATISME

Teori ketiga adalah teori pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic [pramatist] theory of truth. Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma, artinya yang dikerjakan, yang dapat dilaksanakan, dilakukan, tindakan atau perbuatan.
Falsafah ini dikembangan oleh seortang orang bernama William James di Amerika Serikat.
Menurut filsafat ini dinyatakan, bahwa sesuatu ucapan, hukum, atau sebuah teori semata-mata bergantung kepada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat.
Suatu kebenaran atau suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan manusia. Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, jiak membawa akibat yang memuaskan, dan jika berlaku dalam praktik, serta memiliki niali praktis, maka dapat dinyatakan benar dan memiliki nilai kebenaran.
Kebenaran terbukti oleh kegunannya, dan akibat-akibat praktisnya. Sehingga kebenaran dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berlaku.
Menurut William James “ ide-ide yang benar ialah ide-ide yang dapat kita serasikan, jika kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa.
Menurut penganut praktis, sebuah kebenaran dimaknakan jika memiliki nilai kegunaan [utility] dapat dikerjakan [workability], akibat atau pengaruhnya yang memuaskan [satisfactory consequence].
Dinyatakan sebuah kebenaran itu jika memilki “hasil yang memuaskan “[satisfactory result], bila :
Sesuatu yang benar jika memuaskan keinginan dan tujuan manusia
Sesuatu yang benar jika dapat diuji benar dengan eksperimen
Sesuatu yang benar jika mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada.


RUJUKAN YANG DIGUNAKAN:

  1. Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta--91:99

  2. Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah {menurut Karl. R. Popper] : Penerbit PT Gramedia Jakarta--Bab III 67:89

  3. Amsal Bakhtiarr [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada Jakarta--Bab III 85 : 1224

  4. Endang Safiudin [1987] Ilmu, Filsafat dan Agama : PT Bina Ilmu--Bab III 85 : 1224
    Jujun Suriamantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu] : Yayasan Obor Indonesia Jakarta---Bab IV 61:70

  5. --------------------- [2004] Filsafat Ilmu [Sebuah Pengantar Populer] : Yayasan Sinar Harapan Jakarta---ab V 165:211,

  6. ---------------------[2004] Ilmu Dalam Perpektif Moral, Sosial dan Politik Penerbit Gramedia JakartaBab 10 74:87 Bab XI 81:87

  7. Mohammad Muslih [[2004] Filsafat Ilmu [Kajian atas asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengethuan] : Penerbit Belukar Bab V 89:119

  8. Mohammad Zaenudin[2003] Menggoyang Pikiran [ Menuju Alam Makna] : Penerbit Pustaka Remaja ---Bab VII 62 : 79

    JIKA ANDA MEMBUTUHKAN BAHAN TAYANG BERBENTUK POWER POINT KLIK "TEORI KEBENARAN"