PENEMUAN KEBENARAN
[Sarana berpikir ilmiah]
[Sarana berpikir ilmiah]
Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah
Pengantar
[Metodologi Ilmiah Dalam Proses Berpikir]
Cara mencari kebenaran yang dapat dipandang sebagai ilmiah manakala dilakukan melalui penelitian. Penelitian dan proses berpikir adalah dua sisi yang saling mengisi bagi dari segi proses maupun tujuannya . Ditinjau dari sisi proses penelitian dan berpikir harus dilakukan secara sistematik dan didukung oleh bukti-bukti; dan dilihat dari sisi produk, penelitian dan berpikir ditujukan untuk menemukan kebenaran, menelorkan teori atau melahirkan hipotesis. Seperti halnya yang diungkapkan F.I Withney [1960] bahwa penelitian merupakan suatu metode berpikir kritis yang diawali dengan munculnya “rasa sulit” dan diakhiri dengan kesimpulan atau masalah baru.
Penelitian adalah penyelidikan yang dilakukan dengan pencermatan secara kritis dan sistematik untuk menemukan fakta-fakta dari gejala hubungan antar gejala tertentu.
Dalam proses penelitian selalu terjadi kombinasi antara fakta hasil pengamatan dan penalaran [Ostle, 1964]. Dengan demikian dapat memberikan makna terhadap fakta yang diperoleh melalaui observasi atyau fakta yang diobservasi, diperlukan daya dukung penalaran atau kemampuan berpikir. Berpikir pada hakikatnya merupakan kapasitas berimprovisasi atau kemampuan merefleksi aneka fakta yang dibangun dari satu atau dari beberapa gejala. Seorang-orang bernama John Dewey [1933] proses berpikir divisualisikan sebagai berikut:
Penelitian adalah penyelidikan yang dilakukan dengan pencermatan secara kritis dan sistematik untuk menemukan fakta-fakta dari gejala hubungan antar gejala tertentu.
Dalam proses penelitian selalu terjadi kombinasi antara fakta hasil pengamatan dan penalaran [Ostle, 1964]. Dengan demikian dapat memberikan makna terhadap fakta yang diperoleh melalaui observasi atyau fakta yang diobservasi, diperlukan daya dukung penalaran atau kemampuan berpikir. Berpikir pada hakikatnya merupakan kapasitas berimprovisasi atau kemampuan merefleksi aneka fakta yang dibangun dari satu atau dari beberapa gejala. Seorang-orang bernama John Dewey [1933] proses berpikir divisualisikan sebagai berikut:
METODE ILMIAH :
Motode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis.
Oleh karenanya idealitas dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian systematis.
Menurut Almack [1939] metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedanghkan Oltle [1075] menyatakan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh interelasi.
Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai criteria serta langkah tertentu dalam bekerja. Berikut Visualisasi langkah-langkah metode ilmiah.
Oleh karenanya idealitas dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian systematis.
Menurut Almack [1939] metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedanghkan Oltle [1075] menyatakan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh interelasi.
Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai criteria serta langkah tertentu dalam bekerja. Berikut Visualisasi langkah-langkah metode ilmiah.
METODOLOGI ILMIAH DAN REALITAS ALAM
Manusia dalam berbagai situasi terdapat kesamaan dengan hewan, yang membedakannya adalah kemampuan yang dimiliki [Capability] menalar dan rasa ingin tahu [curiosity].
Rasa ingin tahu manusia mengantarkan manusia merekayasa dirinya melalui penemuan-penemuan baru yang diawali dari penemuan yang sifatnya “asal-asalan” - [non scientific seperti diungkap pada pertemuan III] hingga pada penemuan ilmiah [scientific finding] yang memiliki aplikasi praktis taraf tinggi. Melalui rasa ingin tahunya maka setiap penemuan selalu diiringi dengan keinginan mencari penemuan baru lagi, dan demikian seterusnya.
Motivasi kuat untuk tumbuh dan berkembang secara intelektual-ilmiah tersebut ditopang oleh realitas yang ada pada alam, serta beberapa hal yang ada dibalik reaslitas fakta atau fakta–fakta alam tersebut. Alam yang dijadikan titik tolak pencermatan akhirnya membuah kepiawaian manusia sebagai insan yang memiliki sarana pikir, serta secara terus menurus berpikir.
Realitas alam inilah yang mendidik manusia untuk menemukan gejala, ataupun misteri-misteri lainya. Dengan kehandalan pikirnya maka terbentuk kemampuan melaksanakan telaah secara sistematik yang disebut dengan metodologi ilmiah.
Manusia dalam berbagai situasi terdapat kesamaan dengan hewan, yang membedakannya adalah kemampuan yang dimiliki [Capability] menalar dan rasa ingin tahu [curiosity].
Rasa ingin tahu manusia mengantarkan manusia merekayasa dirinya melalui penemuan-penemuan baru yang diawali dari penemuan yang sifatnya “asal-asalan” - [non scientific seperti diungkap pada pertemuan III] hingga pada penemuan ilmiah [scientific finding] yang memiliki aplikasi praktis taraf tinggi. Melalui rasa ingin tahunya maka setiap penemuan selalu diiringi dengan keinginan mencari penemuan baru lagi, dan demikian seterusnya.
Motivasi kuat untuk tumbuh dan berkembang secara intelektual-ilmiah tersebut ditopang oleh realitas yang ada pada alam, serta beberapa hal yang ada dibalik reaslitas fakta atau fakta–fakta alam tersebut. Alam yang dijadikan titik tolak pencermatan akhirnya membuah kepiawaian manusia sebagai insan yang memiliki sarana pikir, serta secara terus menurus berpikir.
Realitas alam inilah yang mendidik manusia untuk menemukan gejala, ataupun misteri-misteri lainya. Dengan kehandalan pikirnya maka terbentuk kemampuan melaksanakan telaah secara sistematik yang disebut dengan metodologi ilmiah.
PENEMUAN KEBENARAN MELALUI PENELITIAN ILMIAH
Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada diri manusia. Untuk sampai pada penyaluran yang tinggi tarafnya disertai oleh keyakinan-keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat, dan bahwa suatu gejala yang nampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah.
Penelitian merupakan suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan istematis untuk memperoleh jawaban terhadap sejumlah pertanyaan.
Pada setiap penelitian ilmiah melekat cirri-ciri universal seperti :
Penelitian merupakan suatu proses yang terjadi dari suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan istematis untuk memperoleh jawaban terhadap sejumlah pertanyaan.
Pada setiap penelitian ilmiah melekat cirri-ciri universal seperti :
Pelaksanaan dan proses yang serba metodis
Mencapai suatu totalitas yang logis dan koheren
Memiliki nilai obyektivitas yang tinggi.
PENELITIAN HARUS OBYEKTIF:
Setiap penelitian ilmiah harus obyektif, artinya terpimpin oleh obyek dan tidak mengalami distorsi karana adanya prejudice [prasangka]. Agar penelitrian dapat mewujudkan tingkat obyektivitasnya maka tuntutan intrasubyektivitas perlu dipenuhi. Penelitian harus diverivikasi secara ilmiah dan mampu/handal diverifikasi oleh semua peneliti yang relevan, Atau dapat disirtilahkan bahwa prosedur ilmiah yang dilakukan harus terbuka untuk diperiksa oleh ilmuwan lain. Titik tolak inilah yang mendorong penelitian iliah memiliki keharusan untuk
PENGGUNAAN BAHASA DALAM PENELITIAN ILMIAH.
Penelitian ilmiah sangat diharapkan menggunakan bahasa yang komunikatif yang dapat dimengerti oleh siapa saja yang ingin mengetahui hasil penelitian, tetapi memang ada pula penelitian yang menggunkan bahasa khusus atau artifisisal yang hanya dimengerti oleh beberapa ahli tertentu.
Penelitian ilmiah sangat diharapkan menggunakan bahasa yang komunikatif yang dapat dimengerti oleh siapa saja yang ingin mengetahui hasil penelitian, tetapi memang ada pula penelitian yang menggunkan bahasa khusus atau artifisisal yang hanya dimengerti oleh beberapa ahli tertentu.
PENELITIAN ILMIAH DISEBUT PULA DENGAN ISTILAH PROGRESIVITAS:
Maksud progresivitas adalah gambaran suatu jawaban ilmiah yang benar-benar memiliki sifat ilmiah karena jawaban yang diberikan tersebut mengandung sebuah masalah-masalah yang baru [Novelty]. Istilah yang erat kaitannya dengan sifat progresivitas adalah sikap kritis yang diberikan oleh setiap penelitian ilmiah.
Maksud progresivitas adalah gambaran suatu jawaban ilmiah yang benar-benar memiliki sifat ilmiah karena jawaban yang diberikan tersebut mengandung sebuah masalah-masalah yang baru [Novelty]. Istilah yang erat kaitannya dengan sifat progresivitas adalah sikap kritis yang diberikan oleh setiap penelitian ilmiah.
PENELITIAN ILMIAH HARUS BERMUATAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP MANUSIA:
Pada era global atau era yang sarwa modern ini hasil-hasil penelitian diharapkan mempunyai kontribusi pada apeningkatan taraf hidup manusia, oleh karenanya meruipakan kewajiban bahwa penelitian ilmiah harus menempatkan “Axiologi” sebagai tujuannya.
Pada era global atau era yang sarwa modern ini hasil-hasil penelitian diharapkan mempunyai kontribusi pada apeningkatan taraf hidup manusia, oleh karenanya meruipakan kewajiban bahwa penelitian ilmiah harus menempatkan “Axiologi” sebagai tujuannya.
PENELITIAN ILMIAH DAN KARAKTERNYA:
Meskipun telah disebutkan sejumlah ciri umum ilmu sebagai karakter ilmu, ternyata masih diperlukan pula pemahaman terhadap nuansa yang terdapat diantara ilmu alam [natural science] dengan ilmu-ilmu yang bersifat hermeneutic.
Meskipun telah disebutkan sejumlah ciri umum ilmu sebagai karakter ilmu, ternyata masih diperlukan pula pemahaman terhadap nuansa yang terdapat diantara ilmu alam [natural science] dengan ilmu-ilmu yang bersifat hermeneutic.
RUJUKAN YANG DIGUNAKAN:
- Alex Lanur OFM [1993] Hakikat Pengertahuan dan Cara Kerja Ilmu-ilmu : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta 91:99
- Alfon Taryadi [1989] Epistemologi Pemecahan Masalah [enurut Karl. R. Popper] : Penerbit PT Gramedia Jakarta Bab III 67:89
- Amsal Bakhtiar [2004] Filsafat Ilmu : PT Raja Grafindo Persada JakartaĆ Bab III 85 : 1224
- Jujun Suriamantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu]: Yayasan Obor Indonesia Jakarta Bab IV 61:70