- Filsafat pendidikan progresivisme yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
- Filsafat pendidikan esensialisme yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan
- Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada.
Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menurut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai-nilai yang telah teruji ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
- Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logika dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
- Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
- Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
- Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
- Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
- Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
- Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
- Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
- Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
- Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian diatas diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan secara mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan Islam sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak melandasi tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga fakta-fakta empiris atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa. Oleh sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan keterkaitan hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat. Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling mempengaruhi) atau saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat mendorong perkembangan untuk memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi kehidupannya. Ia memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh dan sistematis tentang hakikat yang ada dibalik masalah pendidikan yang dihadapi.
Dengan demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang meliputi:
- Induvidualisme
- Sosialitas
- Moralitas
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang kita namakan “trilogi hubungan” yaitu:
- Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
- Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
- Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas, di bawah dan di dalam perut bumi ini.
Brubacher menulis tentang fungsi filsafat pendidikan secara terperinci, dan pokok pikirannya dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
Fungsi Spekulatif.
Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segi ilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannya dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pendidikan.
Fungsi Normatif.
Sebagai penentu arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma moral yang bagaimana sebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnya membentuk kebudayaan.
Fungsi Kritik.
Terutama untuk memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan dan menafsirkan data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian maupun achievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif atas sesuatu, untuk mendapat kesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik). Juga untuk menetapkan asumsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat harus kompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah, melengkapinya dengan data dan argumentasi yang tak didapatkan dari data ilmiah.
Fungsi Teori Bagi Praktek.
Semua ide, konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah berfungsi teori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan. Filsafat memberikan prinsip-prinsip umum bagi suatu praktek.
Funsi Integratif.
Mengingat fungsi filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau rohnya pendidikan, maka fungi integratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu fungsional semua nilai dan asas normatif dalam ilmu pendidikan.