BONGKAR BUKU TENTANG EPISTEMOLOGI

Epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji, karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. Dari epistemologi, juga filsafat –dalam hal ini filsafat modern – terpecah berbagai aliran yang cukup banyak, seperti rasionalisme, pragmatisme, positivisme, maupun eksistensialisme
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Webster Third New International Dictionary mengartikan epistemologi sebagai "The Study of method and ground of knowledge, especially with reference to its limits and validity"
Gudang kami memiliki koleksi berbagai buku yang sengaja membahahas Epistemologi, dan akan kami bongkar buku per buku

FILSAFAT ILMU CITARASA ISLAMI


Citarasa Islamic nampak pada buku “Filsafat Ilmu” [dari hakikat menuju nilai], karya Drs.Cecep Sumarna, M.Ag.
Dalam buku dihadirkan pemikirdan filosof muslin. Seperti Ibnu Rusyd [1198 M] yang di Barat lebih kenal dengan Averoes, Al Farabi [950M], Ibnu Sina [1037M] yang familiar disebut Avicenna, serta Al Raji [1209M].
Menurut penulis buku ini, para filosof Muslim telah mampu menyusun kerangka epistemology ilmu dan filsafat ilmu dalam tiga bingkai yang sangat luar biasa perkembangannya.
Kelompok ini menawarkan tiga metodologi yang mendasari lahirnya epistemology ilmu pengetahuan. Tentunya memiliki perbedaan dengan epistemology Yunani, yang cenderung membatasi pengetahuan hanya pada ranah empirisme dan rasionalisme.
Para filosof muslim melihat bahwa epistemology penngetahuan terdiri dari tiga yakni:



  1. Bayani
  2. Irfani
  3. Burhani.

Bayani:
Bayani adalah sebuah model metodologi berfikir yang didasarkan atas teks kitab sufi. Teks suci menurut metodologi ini dianggap memiliki otoritas penuh untuk memberikan arah dan makna terhadap kebenaran. Rasio hanya digunakan sebagai pengawal sekaligus memberikan pengamanan otoritas teks
Irfani:
Irfani adalah model metodologi berfikir yang didasarkan atas pendekatan dan pengalaman langsung [direct experience] atas realitas spiritual keagamaan. Oleh karena sasaran bidiknya adalah esoteric atau bagian batin teks. Rasio dimanfaatkan untuk menjelaskan pengalaman spititual.
Burhani:
Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak didasarkan atas teks suci, maupun pengalaman. Sasaran bidiknya eksoteris, sehingga cara kerjanya atas dasar keruntutan logika. Pada tahap tertentu, keberadaan teks suci dan pengalaman spiritual dapat diterima jika sesuai dengan aturan logis. [Hlm 13]

Dalam memaparka makna filsafat ilmu citarasa hakikat nilai-nilai selalau dikedepankan, hal ini sangat bertautan dengan judul buku ini. “Filsafat Ilmu dari Hakikat menuju nilai”
Makna Filasafat Ilmu:
Dilihat dari obyek kajiannya, filsafat ilmu mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

  1. Filsafat ilmu memfokuskan pembahasan dalam metodologi pengetahuan. Ilmu merupakan salah satu cara untuk mengerti bagaimana budi manusia bekerja. Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis dan imajinatif. Ilmu bersifat empiris, sistematis, observatif dan obyektif.
  2. Filsafat ilmu bertugas membuka pikiran manusia agar mempelajari dengan serius proses logic dan imajinatif dalam cara kerja ilmu pengetahuan
  3. Filsafat ilmu berbicara tentang metode ilmu pengetahuan, bagaimana pengembangannya dan bagaimana prinsip-prinsip penerapannya.
  4. Filsafat ilmu menjadi bagian dari epistemology [filsafat pengetahuan]. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu.
  5. Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafati yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu: [hlm:40]

Ditilik dari Judul Buku, penulisnya Drs. Cecep Sumarna, M.Ag ingin mengedepankan filsafat ilmu dalam ranah hakikat nilai. Oleh karenya buku ini menorehkan pentingnya ilmu dari pilar nilai dan kegunaannya, yang sering disebut dengan “Aksiologi”.
Sorotan Hakikat nilai:

Menurut buku ini Archie J. Bahm disebut sebagai salah satu figure kunci ilmuwan yang menghendaki adanya nilai dalam ilmu pengetahuan. Melalui bukunya what is Science yang ditulis pada tahun 1980, menggambarkan kegelisahan Archie J.Bahm terhadap perkembangan ilmu di dunia Barat kontemporer yang hampir sama sekali mengabaikan nilai. Dalam bukunya, ia menghendaki adanya pengakuan akan pentingnya aksiologi dan nilai-nilai bagi ilmu. [Hlm: 117]
Menurutnya, masalah yang amat kental adalah adanya dampak negative teknologi sebagi akibat ilmu dan teknologi tidak dilengkapi dengan aksiologi, etika, religiousitas dan sosiologi. Ilmu telah ditempatkan seolah sama sekali bebas nilai.
Fenomena hancurnya Kota Hiroshima dan Nagasaki Jepang yang dibom sekutu [1945] dan telah meluluh lantakan dua Kota besar Jepang itu, menggugah para ilmuwan untuk merefleksikan kejadian tersebut.
Muncullah pertanyaan-pertanyaan dari hasil refleksi antara lain:
Apakah pengeboman tersebut bersifat susila?, apakah penggunaan bom yang demikian dahsyat itu dapat dibenarkan?
Kondisi lain juga dipaparkan sebagai wujud pengabaikan “aksiologi”, yakni pencemaran lingkungan di mega-mega politan dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber alam.
Hasil seni juga disoroti, seperti film-film yang semakin jauh meninggal nilai-nilai susila. [Hlm: 119].
Sebenarnya perkembangan nilai-nilai dalam ilmu pengetahuan, telah lama berlangung. Zaman Yunani kuno, khususnya ketika plato menyatakan:”Sumum Bonum ‘ [kebaikan tertinggi]. Telah tergambarkan bahwa ilmu pengetahuan lahir dengan sah ketika memberikan kontribusi pada kemaslahatan manusia. Apabila ilmu telah mengantongi nilai-nilai itu, maka dapat diindikasikan telah memasuki domain kebaikan tertinggi.
Di Zaman pertengahan , Thoma Aquinas membangun pemikiran tentang pentingnya nilai tertinggi sebagai penyebab final [causa prima] dalam diri Tuhan sebagai keberadaann kehidupan, keabadian dan kebaikan tertinggi.
Immanuel Kant tokoh penting aufklarung juga memperlihatkan hubungan natara pengetahuan dengan moral, estetika dan religius. [Hlm: 121]
Wusana kata :
Jadi buku ini titik beratnya pada “aksiologi”. Buku ini menyatakan bahwa ilmu pengetahun dalam melihat keberadaan [ontology], dan capaiannya dengan metodologi [epistemology] tidaklah cukup. “Aksiologi” memberikan bintang pengarah, bahawa ilmu pngetahuan harus berada pada koridor nilai-nilai. Mulai dari manfaatnya hari ini dan hari esok. Eksplotasi sumber daya alam, yang mengabaikan nilai-nilai, adalah suatu upaya pemusnahan hakikat keberadaan manusia itu sendiri.
Ilmu pengetahaun yang melahirkan teknologi harus dibingkai dengan nilai-nilai, etika, estetika, dan religiousitas. Tanpa bingkai tersebut kehancuran dunia tidak terlalu lama menunggu waktu. Fenomena hancurnya dua kota di Jepang 1945 akibat bom atom, membangun pikiran-pikiran jernih dan menanyakan secara mendalam apakah keguanaan ilmu itu sendiri]
DETAIL BUKU:
JUDUL : Filsafat Ilmu dari Hakikat menuju nilai.
PENGARANG : Drs. Cecep Sumarna, M.Ag.
PENERBIT: Pustaka Bani Quraisy. Jl. Sukanegara No. 7. Ters. Indramayu, Antapani Bandung 40291. Phone, Fax : [022-7200538]. E-mail : pbq_bandung@yahoo.com.
Dan pbq_bdg@hotmail,com
ISBN : 979-3576-31-6
CETAKAN : 2004
JUMLAH HALAMAN: 172.


CUPLIKAN BUKU : FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

CUPLIKAN BUKU FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
[Buku ini ditulis oleh: Suparlan Suhartono, PhD]
JUDUL : Filsafat Ilmu Pengetahuan
PENGARANG : Suparlan Suhartono, Ph.D
PENERBIT : Ar. Ruzz Jl. Anggrek No.97 A Sambilegi Lor RT 04. RW.57 Mangunharjo, Depok Sleman, Yogyakarta Telp. [0274] 7482086. HP. 081.642.72234. E-mail: arruzzwacana@yahoo.com
CETAKAN : I Agustus 2005
ISBN : 979-9417-94-5
JUMLAH HALAMAN: 208
Apakah Maksud Filsafat Ilmu Pengetahuan itu?
Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi filsafat yang obeyk materinya berpa ilmu pengetahuan dalam berbagai jenis, betuyk dan sifatnya. Jadi meliputi pluralitas ilmu pengetahuan. Adapun obyek formanya berupa hakikat ilmu pengetahuan. Adapun jenis-jenis llmu pengetahuan menurut obyeknya dapat diklasifikasikan ke dalam ilmu pengetahuan :
Ø Ilmu pengetahuan humaniora dengan obyek materi manusia;
Ø Ilmu pengetahuan social dengan obyek materi Sosiologi
Apakah manfaat mempelajari Ilmu Pengetahuan?
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai otologis. Dengan paradigma ontologis, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan spiritual keilmuan yang mampu mengatasi bahaya sekularisme nilmu pengetahuan
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasn nialai epistemologis. Dengan paradigma epistemologis, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan wawasan intelektual keilmuan yang mampu membentuk sikap ilmiah
Mengembangkan Ilmu Pengetahuan, teknologi dan perindustrian dalam batasan nilai etis. Dengan paradigma etis, diharapkan dapat ,mendorong pertumbuhan perilaku adil yang mampu membentuk moral tanggung jawab, sehingga pemberdayaan ilmu poengethuan, teknologi dan perindusytrian semata-mata hanya untyuk kelangsungan kehidupan yang adil dan berkebdayaan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dipertanggung jawabkan bukan hanya bagi kepentingan subyek manusia saja, melainkan lebih daripada itu, demi kepentingan obyekl alam sebagai sumber kehidupan.
Sebagai konsekuensi kehadiran filsafat ilmu pengetahuan dalam peran fungsionalnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan perindustrian seperti itu, mendorong Perguruan Tinggi untuk kembali ke basis akademik Tri Dharmanya.
Catatan Khusus Petingnya, Makna dan Metode.
Dari bahasan masalah pengetahuan, terdapat ha-hal mendasar yang perlu diangkat menjadi catatan khusus, yaitu:
Pertama: Pentingnya pengetahuan , yakni mengetahui secara benar tentang batas-batas pengetahuan, agar tidak melakukan penyelidikan dan pemikiran-pemikiran mengenai sesuatu hal yang pada akhirnya menjadi sia-sia karena tidak akan diketahui. Tetapi, apakah pengetahuan hanya terbatas pada kemampuan pengalaman idra dan pemikiran saja?
Kedua: Makna pengetahuan, jika dikatakan bahwa seserorang mempunyai pengetahuan, berarti ia mempunyai kepastian tentang sesuatu hal, dan bahwa apa yang dipikirkan di dalam pernyataan-pernyataan adalah sungguh-sungguh merupakan halnya sendiri. Tetapi, kenyataan membuktikan bahwa hampir tidak ada yang dapat dipastikan dalam kehidupan ini.
Ketiga, metode memperoleh pengetahuan, menentukan sifat kebenaran pengetahuan yang terdiri dari :
Ø Metode empirik [empirism]
Ø Metode rasional [rasionalism
Ø Metode fenomenologi [fenomenologism]
Ø Medote ilmia [menggabungkan metode empiris dan rasional] [hlm 81]
Ilmu Pengetahuan“ ataukah „ilmu“
Terminologi ilmu pengetahuan dicermati secara jeli oleh buku ini, karena pemaknaan yang yang keliru dan kadang membias, disamping sulit untuk dicerna, seringkali pula memberikan pemahaman yang tidak utuh.
Beberapa referensi yang dipandang relevan diketengahkan dalam buku ini:
Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary, tertulis dua istilah: „knowledge“ dan „Science“.
Knowledge diartikan:
the fact or condition of knowing something with familiarity gained through experience or association
the fact or condition of being aware of something
the fact or condition of having information or being learned
the sum of what is know the body of truth, information, and principles acquired by mankind
Sedangkan Science [latin :’scire’], diartikan:
possession of knowledge as distinguished from ignorance or misunderstanding; knowledge attain through study or practice
a department of systematized knowledge as object of study [the science of technology ]
knowledge covering general truths or he operation of general laws esp. As obtained and tested through scientific method; such knowledge concerned with the physical world and phenomena [natural Science)
a system or method based of purporting to be based on scientific priciples
Dari Webster tersebut dapat disarikan sebagai berikut:
Knowledge, menjelaskan tentang adanya sesuatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari [regulary] melalui pengalaman kesadaran, informasi. Sedangkan Science didalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai obyek studi yang
lebih bersifat fisis [natural].
Jadi, “knowledge” dapat dipahami sebagai pengetahuan yang mempunyai cakupan lebih luas dan umum, sedangkan “science” dapat dipahami sebagi ilmu yang mempunyai cakupan yang lebih sempit dan khusus dalam arti metodis, sistematis, dan ilmiah.
Jika ilmu dipilih sebagai nama dikhawatirkan bias terjebak pada sekitar pengetahuan yang fisis, dank arena itu praktis, pragmatis dan positivistis. Pagdahal realitas yang harus diketahuai adalah bukan saja yang demikian itu, melainkan juga meliputi”pengetahuan” yang non fisis, kualitatif, dan spekulatif. “Ilmu” membentuk daya intelegensia yang melahirkan adanya skill atau ketrampilan yang bias mengkonsumsi masalah-masalah atau kebutuhan keseharian. Sedangkan “pengetahuan” membentuk daya moralitas keilmuan yang kemudian melahirkan tingkah laku dan perbuatan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang tercakup di dalam tujuan akhir kehidupan. Maka secara filosofis, tidaklah berlebihan jika dipilih nama” ilmu-pengetahuan”
Ilmu pengetahuan diharapkan dapat membuka pandangan dan wawasan yang luas, dalam, arti tidak terbatas hanya kepada obyek-obyek yang ada diluar diri manusia, yaitu kenyataan obyektif, atau hal-hal yang bersifat empiric dan positif saja. Melainkan dapat membentuk kesadaran dan sikap ilmiah [scientific attitude]. [hlm:86]
Cara kerja Ilmiah:
Diadopsi penulis dari tulisan Titus Dkk, dan diselaraskan dengan pokok-pokok pikiran Jujun Suriasumantri. [1987] [hlm100]
Cara kerja ilmiah ditempuh dengan memperhatikan enam langkah metode, yakni:
1. Keinsafan tentang adanya problem
2. data yang relevan dan data yang tersedia
3. penertiban data
4. hipotesis dibentuk [diformulasikan]
5. deduksi dapat ditarik dari hipotesis
6. verifikasi setelah analisis secara deduktif.
Kecenderungan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan:
Kecenderungan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan dapat juga disebuat sebagai kecenderungan etis. Ketertarikan etika sebenarnya adalah perwujuidan tanggung jawab pendukung ilmu pengetahuan jenis apapun agar tetap diarahkan pada orientasi yang sama, yaitu bagi terwujudnya ‘kebahagian hidup dan kehidupan seluruh umat manusia dan masyarakatnya di dalam ekosistem alam yang utuh”
Karakter Onotologis :[Adopsi pemikiran Lorens Bagus: 2000]
Pandangan penulis terhadap hakikat leimuan, utamanya terkait dalam karakteristik ontologis.
Beberapa karakteristik ontologis, dapat disederhanakan sebagai berikut:



  • Ontologi adalah studi tentang arti „ada“ dan „berada“, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak

  • Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunkan ketegori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas, potensial, nyata atau merupakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.

  • Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang Satu8, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak kepada-Nya

  • Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainya. [hlm:150]

Tanggung Jawab Pendidikan Tinggi.
Dalam simpulan buku ini, tertera sebuah harapan kepada Pendidikan Tinggi terkait dengan masalah Ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu pendidikan tinggi harus mendukung pembaharu hidup dan kehidupan masyarakat dalam rangka menjcapai tujuan keilmuan, sehingga harus memerankan:
lembaga yang melakukan pembinaan daya inteletual
Pembinaan daya moral kearah tanggung jawab [ tentunya tanggungjawab keilmuan]
Kemudian berdasarkan tugas dan tujuan pendidikan tinggi menurut hakikat ilmu pengetahuan, maka hal-hal berikut ini kiranya wajar untuk dipertimbangkan dan dilaksanakan sebagai jalan menuju reorientasi:


  • Mengembangkan kampus yang bebas dan otonom, dalam membangun sikap ilmiah tanpa pengaruh apapun. Inilah yang mejadikan dasar pembentukan sikap ilmiah yang mandiri

  • Dalam penyusunan model kurikulum harus tetap mengaci pada sikap keilmuan

APOSTERIORI& APRIORI

[TALAAH ATAS CARA KERJA ILMU-ILMU]
Pengantar
Proses pikir yang dikembangkan manusia semakin memberikan pemahaman dan pengertian, apa yang merupakan obyek pengetahuan ilmiah. Pendalaman dilakukan sebagai upaya mencapai musabab pertama [the first causes], ataupun sebab terakhir [the last causes]. Dari pengembaraan pikir inilah ditemukan dua model yang mewakili kelompok ilmu.
Pertama adalah yang mewakili kelompok ilmu yang mementingkan pengamatan dan penelitian, yang disebut empiris [“empirical’ dari kata Yunani yang maknanya “meraba-raba”], atau aposteriori kata latin.
Kedua adalah yang mewakili kelompok ilmu yang seakan-akan ingin menangkap susunan kenicayaan secara apriori, dengan mengandalkan penalaran/rasio.
TERMINOLOGI
Aposteriori berasal dari kata latin “post” yang maknanya “sesudah”, oleh karenanya segala ungkapan ilmu baru terjadi ketika seorang-orang melakukan pengamatan melalui inderanya.
CARA KERJA
Aposteriori cara kerjanya berada pada ruang lingkup ilmu-ilmu empiris yang sering disebut dengan cara “induksi”
EMPIRISME:
Empirisme merupakan aliran yang megakui bahwa pengetahuan itu pada ahkikatnya berdasarkan pengalam atau empiris melalui alat indera. Empirisme menolak pengetahuan yang semata-mata berdasarkan akal karena dipandang sebagai spekulasi belaka yang tidak berdasarkan realitas, sehingga berisiko tidak sesuai dengan kenyataan. Pengetahuan sejati harus dan seharusnya berdasarkan kenyataan sejati yakni realitas.
Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah empiris ini antara lain :
  1. John Locke
  2. George Berckeley
  3. David Hume

SEKILAS TOKOH EMPIRISME:
John Locke [1632-1704]
adalah seorang dokter yang berasal dari Inggris yang juga menjadi salah satu penasihat raja Inggris. Dalam berbicara sangat rigit dan berhati-hati, dan ungkapannya yang dikenal hingga saat “ Tidak ada sesuatu pada akal yang sebelumnya tidak ada pada indera kita”. Jadi, indera sebagai sesuatu hal yang primer, sedangkan akal sebagai hal yang sekunder yang fungsinya hanya sebagai penerima”
Dari ungkapanya menunjukkan bahwa John Lock menolak doktrin Rene Descartes “Doktrine of innate ideas”
Karya:
Essay Concerning Human Understanding. Esai yang berkenaan dengan pemahaman manusia [1690]

George Berckeley [1685-1753]
Adalah seorang pendeta, dilahirkan di Irlandia di wilayah Kilkeni. Kakek moyangnya berasal dari Inggris Protestan. Pada tahun 1707 diangkat menjadi wakil uskup Derry, kemudian setelah sepuluh tahun menjadi uskup Coloin, kemudian meninggal pada tahun 1753. Pikirannya lebih radical dibanding dengan John Locke, ucapannya sangat tegas à Esse est percipi”à ada karena diamati”
Karya:
A Treatise Concerning the participle of Human Knowledge.
Risalah mengenai Prinsip-prinsip Pengetahuan manusia [1790]

David Hume [1711-1776]
Hume mengatakan sesuai dengan ucapan Berckeley yakni “Esse est percipi”, mata saya menatap pada apa yang saya amati, kalimat inilah yang menunjukkan bahwa David saya terguh pendirianya, bahwa indera yang menuntun manusia menemukan pengetahuan.
Karya:
A Treatise Of Human Nature
Risalah Mengenai sifat Manusia selanjutnya direvisi pada tahun 1740 menjadi:
Enquiry Concerning Human Understanding.
Penelitian pemahaman atas manusia

INDUKSI:
Adalah penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada premisnya, sehingga merupakan cara berpikir dengan menarik simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yangt bersifat individual. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah mengkondisi berlanjutnya penalaran, dan sangat ekonomis.
Contok induksi

Jika seorang-orang akan melakukan penelitian dengan menggunkan metode induksi, maka harus melalui tahapan-tahapan berikut:

  1. perumusana masalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
  2. pengajuan hipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diuji lebih lanjut melalui verifikasi
  3. pengambilan sample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggap bisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut]
  4. Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagai hipotesa
  5. tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
    INGIN BAHAN TAYANG TOKOH-TOKOH KLIK [TOKOH EMPIRISME & RASIONALISME]

APRIORI :

TERMINOLOGI:
Dari kata latin “prius Sebelum, karena itu ilmu-ilmu ini ingin menentukan apa kiranya yang mendahului adanya kenyataan itu.
CARA KERJA:
Apriori cara kerjanya berada ruang lingkup ilmu-ilmu pasti yang biasanya disebut dengan cara “deduksi”, karena lingkup mendahului adanya kenyataan itu [prius], maka sangat mengandalkan “rasio” rasionalisme
RASIONALISME:
Merupakan aliran yang mengakui bahwa pengetahuan itu pada hakikatnya berdasar pada akal [rasio]. Akal merupakan penggerak dari sebuah kesanggupan untuk berpikir. Tanpa pikiran, tentu tidak ada sesuatu yang dipikirkan , dan tidak ada yang diketahuinya.
Rasionalisme menolak pengetahuan yang hanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman.
Tiga tokoh terkenal dalam kelompok yang mewakili wilayah rasionalisme ini antara lain:

  • Rene Descartes
  • Leibnitz
  • Wolff

SEKILAS TOKOH

Rene Descartes
Adalah seorang-orang yang berasal dari Perancis, mendapatkan ajaran pada biara katholik. Descartes membangun system filsafati yang melibatkan metode penelitian, metafisika, fisika, dan biologi mekanistik.
Menurutnya, jika akan memulai harus ada pangkalmnyaà titik archimides. Pangkal yang yang dimaksud adalah pangkal pikir yang menyatakan “ Cogito ergo sum”, karena aku berpikir, jadi akau ada. Dengan demikian akal [berpikir] menjadi pangkal filsafatnya, oleh karenanya aliran ini dikenal rasionalisme.

Leibnitz.
Seorang Jerman yang pada usia 17 tahun telah menjadi sarjana, Teorinya menyatakan bahwa segala sesuatu itu terjadi dari monode, tidak ada hubungannya dengan luar, dan tidak mempunyai hubungan apa pun. Pengetahuan tidak berpangkal di luar diri kita, tetapi berpangkal pada diri kita sendiri, yaitu akal. Gagagasan cemerlangnya melahirkan doktrin “Doctrine of innate idea” [innate = dibawa sejak lahir]

Wolff.
Adalah seorang warga Jerman yang merupakan eksoponen dari aliran rasionalisme. Ia adalah seorang guru besar yang menyebarkan pokok-pokok pikiran rasionalis. Kita dapat memperoleh pengetahuan atas dasar rasio, terlepas dari pengalaman. Apa yang dikatakan rasio itulah yang benar. Dengan tegas menyatakan bahwa pengetahuan kita senantiasa berdasarkan innate ideas yang bersumber pada diri kita dan berpangkal dari rasio kita.

DEDUKSI Deduksi diberi batasan sebagai penalaran dengan simpulan yang lebih sempit daripada wilayah premisnya. Cara kerja deduksi berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. SILOGISMUS

Simpulan :

  • Akhirnya Aristoteles menggabungkan antara Aprori dan Aposteriori.
  • Munculnya faham fenomenalisme ajaran Immanuel Kant [1724-1804] yang mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Faham ini menjelaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan paduan atau sintesa antara unsure-unsur apriori dan aposteriori. Dari sintesa tersebut dapat dirumuskan secara holistic baik secara empiris yang juga dilandasai penalaran logis.

RUJUKAN YANG DIGUNAKAN

  1. Donny Gahral Adian [2002] Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan: Penerbit Teraju Jakarta 38 :43 :48:
  2. Ismali Asy-Syarata [2005] Ensilkopedia Filsafat : Penerbit PT Kahlifa Jakartaà 43 :68 :82:188:205
  3. Jujun Suriasmantri [2004] Ilmu Dalam Perpektif [Sebuah kumpulan karangan tentang hakikat ilmu] : Yayasan Obor Indonesia Jakarta Bab IV 61:70
  4. Mohammad Muslih [2006] Filsafat Ilmu [Kajian atas dasar asumsi dasar paradigma dan kerangka Teori Ilmu pengetahuan]: Penerbit Belukar Yogyakarta Bab III 48 :52
  5. Lavine. T.Z [1984] David Hume [Risalah filsafat empirisme] : Penerbit Jendela Yogyakarta
  6. Rene Descartes [2003] Discourse Method [terjemahan Diskursus Metode] : Penerbit IRCiSoD Yogyakarta
  7. Sonny Keraf [2001] Ilmu Pengetahuan [Sebuah Tinjauan Filosofis]: Penerbit Kanisius Yogyakarta Bab III, 43:62
  8. Sutardjo.A. Wiraatmaja [2006] Pengantar Filsafat: PT Refika Aditama Bandung Grafindo Bab IV 93:98
  9. Thoyibi M [1994] Filsafat Ilmu dan Pengembangannya: Penerbit Universitas Muhhadiyah Surakarta, Surakarta 65 : 70Verhaak [2004]
  10. Donny Gahral Adian [2002] Menyoal Obyektivisme Ilmu Pengetahuan: Penerbit Teraju Jakartaà 38 :43 :48:
    Ismali Asy-Syarata [2005] Ensilkopedia Filsafat : Penerbit PT Kahlifa Jakartaà 43 :68 :82:188:205
  11. Verhaak [2004] Filsafat ilmu Pengertahuan [Seri Filsafat Driyarkara1. Telaah atas cara kerja ilmu-ilmu]: PT Gramedia Jakarta Bab III. 27-66, Bab IV, 81-87
Anda dapat download power point "peranan teori dalam penelitian"

CATATAN RINGKASAN FILSAFAT ILMU, BUKU THOYIBI

CARING II
[Catatan – Ringan ]
FILSAFAT ILMU DAN PERKEMBANGANNYA
[Editor : M Thoyibi]
Gudang kami sengaja untuk memilih karya yang dieditori oleh, M Thoyibi karena disamping kaya akan catatan yang mudah dicerna, buku ini merupakan kumpulan tulisan pakar filsafat ilmu. Namun kurang bijak rasanya kalau dikupas secara tuntas, karena akan melanggar karya cipta intelektual, juga akan mencundangi penerbit. Oleh karenanya akan dibahas terbatas, dengan gaya mencuplik sana-sani. Secara keseluruhan buku ini merupakan kumpulan tulisan dari sembilan orang penulis, masing-masing:
  1. Hakikat Dasar Keilmuan [ Jujun. S. Suriasumantri]
  2. Filsafat Ilmu, Sejarah Kelahiran, Serta Perkembangannya [Koento Wibisono Siswomihardjo]
  3. Teori Pengetahuan dan Perannya dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan [Charles M.Stanton]
  4. Filsafat Yunani Batu Pertama untuk Kultur Modern [Muchlis Hamidy]
  5. Ilmu Pengetahuan, kelahiran dan Perkembangannya, Klasifikasi, Sserta Strategi Pengembangannya [Koento Wibisono Siswomihardjo]
  6. Metode Mencari Ilmu Pengetahuan : Rasionalisme dan Empirisme [H.B.Sutopo]
  7. Pragmatisme dan Realisme Modern [D.Edi Subroto]
  8. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Konteks Masa Kini dan Masa Mendatang
  9. Pengembangan Metode Keilmuan di Perguruan Tinggi dalam kecenderungan IPTEK Dewasa ini [S. Farid Ruskanda]

Selanjutnya dicuplik beberapa tulisan, antara lain tulisan : Jujun. S. Suriasumantri, Koento Wibisono Siswomihardjo dan H.B.Sutopo.
Cuplikan-cuplikan
[Jujun. S. Suriasumantri]
Apakah Ilmu?
Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu, ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancaideranya.
Secara epistemology, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran.

Apakah Kebenaran?
Ilmu, dalam menemukan kebenaran, mensandarkan dirinya kepada beberapa criteria kebenaran, yakni:

  • Koherensi
  • Korespondensi
  • Pragmatisme.

Apa Koherensi?
Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria konsistensi suatu argumentasi
Apa Korespondensi?
Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria tentang kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan obyek yang dikenai pernyataan tersebut.
Apa Pragmatisme?
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kreteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang, dan waktu tertentu.
Apa Metode Ilmiah?
Metode ilmiah merupakan langkah-langkah dalam memproses pengetahuan ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir rasional dan empiris dengan jalan membangun jembatan penghubung yang berupa pengajuan hipotesis.
Apa Hipotesis ?
Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berpikir yang bersifat koheren dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya.
Apa langkah-langkah Metode Ilmiah?
Langkah metode ilmiah adalah langkah yang berporoskan “troika”

  • Penyusunan kerangka berpikir berdasarkan logika deduktif
  • Pengajuan hipotesis sebagai kesimpulan dari kerangka berpikir tersebut
  • Pengujian [verifikasi] hipotesis.
    Berdasarkan troika ini maka metode ilmiah dikenal sebagai proses:

“Logiko-Hipotetiko-Verifikatif atau Dedukto-hipotetiko-verifikatif”

Bagaimana Proses Kegiatan Ilmiah?
Proses kegiatan ilmiah pada hakikatnya adalah kegiatan berpikir yang bersifat analitis. Logika merupakan alur jalan pikiran yang dilalui dalam kegiatan analisis agar kegiatan berpikir tersebut membuahkan kesimpulan yang sahih. Kegiatan ilmiah pada pokoknya mempergunakan dua jenis logika yakni :

  • Logika deduktif
  • Logika Induktif

Apa Logika Deduktif?
Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum kepada pernyataan yang bersifat khas.
Apa Logika Induktif?
Merupakan cara penalaraan kesimpulan dari penyataan yang bersifat individual [khas] kepada pernyataan yang bersifat umum.

H.B.Sutopo:
Apa Rasionalisme ?
Faham rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal [ratio]. Kebenaran dan kesesatan pada dasarnya terletak di dalam gagasan manusia, bukan di dalam diri barang sesuatu. Kebenaran hanya ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja. Pengalaman tidak dingkari, tetapi ia hanya sebagai perangsang pikiran. Seorang-orang bernama Descartes merupakan bapak rasionalisme yang berusaha menemukan kebenaran [pengetahuan] dengan menggunakan metode berpikir deduktif.
Seorang pengikut rasionalisme menggunakan pikir untuk memperoleh kebenaran-kebenaran yang harus dikenalnya, bahkan sebelum adanya pengalaman.
Apakah Empirisme?
Paham ini mementingkan pengalaman indera. Pengetahuan diperoleh lewat pengalaman indera. Seluruh pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari penginderaan serta refleksinya. Akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil pengeinderan kita.
Jhon Locke adalah seorang-orang tokoh empirisme dengan teorinya yang kerap disebut dengan “tabula-rasa”.
Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkret dan diungkap lewat penginderaan gejala bila ditelaah lanjut akan menghasilkan pola yang teratur mengenai kejadian tertentu. Dengan mengumpulkan pengalaman, kita akan bisa melihat kesamaan dan perbedaan gejala yang ada, yang selanjutnya menjadi pengetahuan.
Bagaimana kata akhir pertentangan antara Rasionalisme dengan Empirisme?
Perang pikir antara Empirisme dan Rasionalisme, ternyata dipadamkan oleh faham “fenomenalisme” ajaran Immanuel Kant [1724-18-04]. Oleh karenanya ia dianggap mendamaikan pertentangan antara rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur “apriori” dalam pengenalan, terlepas dari segala pengalaman. Empirisme menekankan unsur-unsur “Aposteriori”, yang berarti unsur yang berasal dari pengalaman.
Menurut Kant keduanya berat sebelah. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan paduan atau sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur aposteriori. Dari sintesis tersebut dapat dirumuskan beragam yang lengkap baik secara empiris maupun dilandasi penalaran yang logis dan dapat lebih jelas dirumuskan kaitan [sebab-akibat] dari suatu gejala yang terjadi di alam ini.

Koento Wibisono Siswomihardjo
Merujuk buah pikir Van Peursen:
Menghadapi perkembangan pemikiran umat manusia dewasa ini, ternyata dapat diskemakan dengan tiga tahapan pemikiran yakni :

  • Mistis
  • Ontologis
  • Fungsional

Apa tahapan pemikiran Mistis?
Dalam tahapan ini kebenaran atau kenyataan adalah sesuatu yang “given”, mistis, dan tidak perlu ditanyakan
Apa tahapan pemikiran Ontologis?
Pada tahapan ini manusia dan masyarakat mendambakan kebenaran substansial
Apa tahapan pemikiran Fungsional?
Pada tahapan ini kebenaran dan kenyataan diletakkan pada fungsi atau relasi kemanfaatannya.
Aktualisasi ketika dinamika perkembangan manusia, dalam bidang keilmuan:
Orang mulai mempertanyakan”apa hakikat ilmu pengetahuan” itu, yang jawabnya tidak semudah sebagaimana diperkirakan. Implikasi dari perkembangan manusia membuahkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, cabang ilmu yang satu sangat erat hubungannya dengan cabang ilmu yang lain. Garis demarkasi antara ilmu-ilmu murni dan ilmu-ilmu terapan menjadi kabur;
Kedua, dengan semakin kaburnya garis demarkasi itu, timbullah persoalan mengenai sejauh mana nilai-nilai etik dan moral dapat intervensi dalam kegiatan ilmiah.
Ketiga dengan kehadiran teknologi yang mendominasi kehidupan manusia di segala bidang, timbul pertanyaan filsafati apakah dengan dominasi ilmu pengetahuan itu kehidupan menjadi maju atau justru sebaliknya. Itulah sebabnya filsafat menjadi actual, khususnya filsafat ilmu yang kita butuhkan dari interdependensi antar cabang ilmu yang satu dengan cabang ilmu yang lain, juga dengan filsafat sendiri.
Apa Filsafat ilmu?
Filsafat ilmu [Philosophy Of Science, Wissenchaftlehere, Wetenschapleer] merupakan penerusan dalam pengembangan filsafat pengetahuan, sebab pengetahuan ilmiah tidak lain adalah ‘a higher level dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum sebagaimana kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, obyek kedua cabang filsafat ini disana sini berhimpitan, namun berbeda salam aspek pembahasannya.
Strategi Pengembangan Ilmu.
Berbicara tentang strategi pengembangan ilmu, dewasa ini terdapat tiga macam pendapat:
Pertama, ilmu berkembang dalam otonomi tertutup, dalam hal ini pengaruh konteks dibatasi, bahkan disingkirkan.
Kedua, ilmu harus lebur dalam konteksnya, tidak hanya merupakan refleksi, melainkan juga memberikan alasan pembenaran konteksnya.
Ketiga, ilmu dan konteksnya saling meresapi dan saling mempengaruhi untuk memberi kemungkinan bagi timbulnya gagasan-gagasan baru yang actual dan relevan bagi pemenuhan kebutuhan sesuai dengan waktu dan keadaan.
Wusana kata.
Filsafat ilmu bukanlah sekedar metodologi ataupun tata cara penulisan karya ilmiah. Filsafat ilmu merupakan refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak akan mengenal titik henti dalam menuju sasaran yang akan dicapai., yaitu kebenaran dan kenyataan.
Memahmi filsafat ilmu berarti memahami seluk beluk ilmu pengetahuan sehingga segi-segi dan sendi-sendinya yang paling mendasar, untuk dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar [cabang] ilmu yang satu dengan yang lain.
Filsafat ilmu perlu disebarluaskan untuk dikuasai oleh para tenaga pengajar dan peneliti, agar memungkinkan mereka untuk mensublimasikan disiplin ilmu yang ditekuninya ke dataran filsafati sehinga sanggup memikirkan spekulasi-spekulasi yang terdalam untuk menciptakan paradigma-paradigma baru yang relevan dengan budaya masyarakat bangsanya sendiri.

CATATAN RINGAN FILSAFAT ILMU


CARING

[Catatan Ringan]
Sumber : FILSAFAT ILMU [Drs. Rizal Mustansir M.Hum + Drs. Misnal Munir M.Hum]

Pengertian Filsafat :
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Philosophia”, Philos aratinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Shopia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.
Definisi Filsafat:[berdasarkan watak dan fungsinya]


  1. Sekumpulan sikap kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara kritis
  2. Suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi
  3. Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam
  4. Analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logosentrisme
  5. Sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Ciri berfikir kefilsafatan:



  1. Radikal: artinya sampai keakar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan
  2. Universal: artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.
  3. Konseptual;p artinya merupakan hasil generalisasi dan abstarksi pengalaman manusia. Misalnya: apakah kebebasan itu ?
  4. Koheren dan Konsisten [runtut]: Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
  5. Sitematik: artinya pendapat merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
  6. Komprehensif; artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan
  7. Bebas : artinya samapai batas-batas yang luas, pemikiran kefilsafatan boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial, histories, cultural, bahkan religius.
  8. Bertanggungjawab : artinya seorang orang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

Delapan hal penting yang mempengaruhi struktur pikiran manusia, yaitu:
1. Mengamati [observes]
2. Menyelidiki [inquires]
3. Percaya [believes]
4. Hasrta [desires]
5. Maksud [intends]
6. Mengatur [organizes]
7. Menyesuaikan [adapts]
8. Menikmati [enjoys]

Ciri Pengenal Pengetahuan ilmiah

  1. Berlaku Umum: artinya jawaban atas pertanyaan apakah sesuatu ahal itu layak atau tidak layak, tergantung pada factor-faktor subyektif
  2. Mempunyai kedudukan mandiri [otonomi]: artinya meskipun factor-faktor di luar ilmu juga ikut berpengaruh, tetapi harus diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara mandiri
  3. Mempunyai dasar pembenaran: artinya cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian yang sebesar mungkin
  4. Sistematik : artinya ada system dalam susunan pengetahuan dan dalam cara memperolehnya
  5. Intersubyektif: artinya kepastian pengetahuan ilmiah tidaklah didasarkan atas institusi-institusi serta pemahaman-pemahaman secara subyektif, melainkan dijamin oleh sistemnya sendiri.

Prasyarat yang harus dimiliki seorang ilmuwan:

  1. Prosedur ilmiah yang harus ditempuh agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para ilmuwab lainnya
  2. Metode ilmiah yang harus dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil temuan ilmiah itu bisa diterima oleh para ilmuwan, terutama bidang ilmu sejenis.
  3. diakui secara akademis karena gelar atau pendidikan formal yang ditempuhnya.
    Ilmuwan yang baik juga harus mempunyai rasa ingin tahu [curiosity]

Pengertian Filsafat Ilmu:

  1. Robert Ackermann: Filsafat Ilmu adalah sebuah tinjaun kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan
  2. Lewis White Beck: Filsafat Ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikian ilmiah, sera mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan
  3. Cormnelius Benyamin : Filsafat Ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan praangapan-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual
  4. May Brodbeck: Filsafat Ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

Tujuan Filsafat Ilmu :

  • Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang-orang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmu yang digelutinya, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistic. Solipsistik adalah pola sikap yang mengganggap dirinya paling benar
  • Usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metiode keilmuan.
  • Memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Oleh karenannya setiap metode keilmuan yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan

Implikasi:

  • Bagi seorang-orang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu. Baik ilmu alam maupun ilmu sosial, sehingga antar ilmu dapat saling menyapa.
  • Menyadarkan seorang-orang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara-gading”. Yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengkaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya.


DETAIL BUKU:
JUDUL : Filsafat Ilmu
PENGARANG : Ds. Rizal Mustansyir M.Hum + Drs. Misnal Munir M.Hum
PENERBIT : Pustaka Pelajar Jl. Celeban Timur UH III/548 Tyogyakarta 55167 Telp [0274] 381542. E-mail : pustaka@yogya.wasantara.net.id
CETAKAN : I Maret 2001
ISBN : 979-9289-48-3
JUMLAH HALAMAN:180

HUBUNGAN TEORI & FAKTA

HUBUNGAN TEORI & FAKTA
[Sarana berpikir ilmiah]
Pemahaman teori & Pemahaman fakta

TEORI:

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala social maupun natura yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.
Menurut Kerlinger [1973] teori dinyatakan sebagai sebuah set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena.
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh mengenai teori, yakni :


  1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak [construct] yang sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara jelas
  2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas kelihatan
  3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan dengan variable yang lain.

Teori sebagai alat ilmu

Teori dinyatakan pula sebagai alat dari ilmu [tool of science], sedangkan perannya meliputi :

  1. Mendifinisikan orientasi utama dari ilmu dengan cara memberikan definisi terhadap jenis-jenis data yang akan dibuat
  2. Teori memberikan rencana konseptual, dengan rencana fenomena-fenomena yang relevan disistematisasi, diklasifikasi dan dihubung-hubungkan.
  3. Teori memberi ringkasan terhadap fakta dalam bentuk generalisasi empiris dan system generalisasi
  4. Teori memberikan prediksi terhadap faktaTeori memperjelas celah-celah dalam pengetahuan kita

Fakta adalah pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris. Fakta dalam prosesnya kadangkala dapat menjadi sebuah ilmu namun juga sebaliknya. Fakta tidak akan dapat menjadi sebuah ilmu manakala dihasilkan secara random saja. Namun bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa system serta dilakukan secara sekuensial, maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori.

HUBUNGAN FAKTA & TEORI

Hubungan fakta dan teori dapat divisualisasikan sebagai berikut :


ü Teori memprediksi fakta :

Penyingkatan fakta-fakta yang dilakukan oleh teori akan menghasilkan uniformitas dari pengamatan-pengamatan. Dengan adanya uniformitas maka dapat dibuat prediksi [ramalan] terhadap fakta-fakta yang akan datang dengan kata lain bahwa sebuah fakta baru akan lahir berdasarkan pengamatan fenomena-fenomena sekarang/saat ini.


ü Teori memperkecil jangkauan:

Fungsi utama dari teori adalah memberikan batasan terhadap ilmu dengan cara memperkecil jangkauan [range] dari fakta yang sedang dipelajari. Dalam dunia empiri banyak fenomena yang dapat dijadikan bahan pencermatan namun untuk pendalaman dan penajaman tertentu diperlukan batasan, sehingga teori berperan membatasi dalam lingkup [aspek] tertentu.


ü Teori meringkas fakta :

Teori melakukan perannya meringkas hasil penelitian. Melalui sebuah teori generalisasi terhadap hasil penelitian mudah dilakukan. Teori dengan mudah memberikan kemampuannya dalam memandu generalisasi-generalaisasi, bahkan teori mampu meringkas hubungan antar generalisasi.


ü Teori memperjelas celah kosong:

Dengan kemampuannya meringkas fakta – fakta saat ini dan melakukan prediksi, maka teori dapat memberikan petunjuk dan memperjelas kawasan mana yang belum dijangkau ilmu pengetahuan.

ü Fakta memprakarsai teori :

Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.

ü Fakta memformulasikan kembali teori yang ada.

Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.

ü Fakta dapat menolak teori :
Jika banyak diperoleh fakta yang menujukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan maka fakta berhak menolak teori tersebut.


ü Fakta memberi jalan mengubah teori :
Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori . Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta baru.


SIMPULAN

q Teori meningkatkaan keberhasilan penelitian karena teoridapat menghubungkan penemuan penemuan yang nampaknya berbeda-beda ke dalam suatu keseluruhan serta memperjelas proses-proses yang terjadi didalamnya.

q Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan –hubungan yang diamati dalam suatu penelitian.
RUJUKAN YANG DIGUNAKAN

  1. Burhanuddin Salam [1993] Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi ] : Penerbit Reneka Cipta Jakarta 36-48
  2. Moh. Nazir [1985] Metodologi Penelitian : Penerbit PT Galia Indonesia Jakarta 9-25
  3. Sonny Keraf [2001] Ilmu Pengetahuan [Sebuah tinjauan Filosofis] : Penerbit Kanisius Yogyakarta Bab VIII 118 -130

ANDA DAPAT DOWNLOAD POWERPOINT "PERANAN TEORI DALAM PENELITIAN"